Bisnis.com, JAKARTA — Proses mediasi gugatan perdata yang dilayangkan PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP) terhadap bos PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) Susilo Wonowidjojo berakhir buntu. OCBC memutuskan lanjut ke tahap persidangan, sedangkan PT Bank Mega Tbk. (MEGA) yang juga menggugat Susilo Wonowidjojo sedang melakukan banding.
Langkah itu diambil Bank Mega karena Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo telah menolak gugatan perseroan terhadap Susilo Wonowidjojo pada Februari 2023. Dalam amar putusannya, majelis hakim menolak gugatan yang tertuang dalam perkara No.101/Pdt.G/2022/PN Sda.
Selain itu, majelis hakim menjatuhkan hukuman bagi Bank Mega untuk membayar biaya perkara perdata itu sebesar Rp3,94 juta.
"Bank Mega kemudian mengajukan banding," kata Corporate Secretary Bank Mega Christiana Maria Damanik kepada Bisnis pada Jumat (14/4/2023).
Sebagaimana diketahui, Bank Mega melayangkan gugatan terhadap 11 pihak tergugat termasuk Susilo Wonowidjojo.
Bank Mega menyebut dalam petitumnya bahwa para tergugat telah menyebabkan kerugian materiil sebesar Rp112 miliar dan kerugian immateriil sebesar Rp100 miliar. Alhasil, total kerugian emiten bank tersebut mencapai Rp212 miliar.
Selain Bank Mega, OCBC NISP telah melaporkan Susilo Wonowidjojo ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada Februari 2023.
Gugatan yang dilayangkan baik Bank Mega maupun OCBC NISP ini terkait denhan kredit macet perusahaan rambut palsu PT Hair Star Indonesia (PT HSI), eks anak usaha PT Hari Mahardika Utama (HMU) milik Susilo Wonowidjojo.
Saat Bank Mega dan OCBC NISP menyalurkan kredit ke PT HSI, perusahaan milik Susilo Wonowidjojo itu menjadi pemegang saham pengendali PT HSI bersama PT Surya Multi Flora, dengan masing-masing sebanyak 50 persen saham.
Meylinda Setyo, istri Susilo Wonowidjojo pun masuk dalam Susunan Pengurus PT HSI sebagai Presiden Komisaris pada 2016.
Selain Bank Mega dan OCBC NISP, terdapat sejumlah bank lainnya yang menjadi korban kredit macet PT HSI yakni PT Bank BTPN Tbk. (BTPN), PT Bank DBS Indonesia, PT Bank ICBC Indonesia, dan PT Bank Permata Tbk. (BNLI).
PT HSI memiliki pinjaman di bank sejak 2016. Dalam salah satu perjanjian kreditnya dengan bank, PT HSI mendapatkan pembiayaan untuk modal kerja dalam mendukung pengembangan bisnis rambut palsu atau wig yang pabriknya berada di Sidoarjo, Jawa Timur.
Bank-bank itu lancar menyalurkan kredit ke PT HSI karena mempertimbangkan nama besar pemilik GGRM, Susilo Wonowidjojo di PT HMU yang merupakan pengendali saham PT HSI saat itu.
Namun, pada 17 Mei 2021, berdasarkan akta perusahaan Nomor 12, kepemilikan 50 persen saham PT HMU di PT HSI tiba-tiba beralih kepada Hadi Kristianto Niti Santoso. Sementara PT Surya Multi Flora tetap memiliki 50 persen saham. Kredit macet di bank menggunung, PT HSI tak mampu lunasi utang.
Gugatan di OCBC NISP sendiri berlanjut dengan proses mediasi di PN Sidoarjo. Namun, mediasi berlangsung buntu.
“Di mediasi, tidak menemukan kesepakatan damai. Kami sudah menyampaikan resume perkara dengan tawaran sesuai dengan yang tertuang dalam gugatan, antara lain para tergugat, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri melakukan pembayaran kerugian materiil sejumlah US$16,51 juta atau Rp232 miliar kepada Bank OCBC NISP,” kata Kuasa Hukum Bank OCBC NISP Hasbi Setiawan dalam keterangan tertulis pada Kamis (13/4/2023).
Ia mengatakan dalam mediasi tersebut, pihak tergugat termasuk Susilo Wonowidjojo tidak mau memenuhi usulan yang ditawarkan OCBC NISP yakni pembayaran ganti rugi Rp232 miliar. Para tergugat beranggapan tuntutan OCBC NISP bukanlah merupakan kewajibannya.
Dengan buntunya mediasi, maka proses hukum selanjutnya adalah persidangan di PN Sidoarjo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel