Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menyiapkan skema restrukturisasi kredit bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebelum terbitnya paying hukum yang mengatur penghapusan piutang macet UMKM.
Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki menjelaskan skema restrukturisasi yang telah disipakan dalam jangka pendek bagi UMKM yakni penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu atau tenor pinjaman, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, serta penambahan fasilitas kredit pembiayaan .
“Selain itu juga, konversi kredit pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (14/4/2023).
Secara jangka panjang, pemerintah tengah membuat payung hukum dalam bentuk Peraturan Presiden atau Perpres yang mengatur tentang pelaksanaan amanat pasal 339 Undang – Undang No.4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UUP2SK yang memuat tentang penghapusan piutang macet UMKM dan pembentukan komite.
“Berdasarkan data sementara yang kami himpun, sebanyak lebih dari 246.000 UKM yang dikategorikan kredit macet,” jelasnya.
Teten menjelaskan setelah atau UUP2SK disahkan, Kementerian Koperasi dan UKM telah melakukan rapat koordinasi dengan Bank Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Himpunan Bank-Bank Negara atau Himbara. Dari hasil rapat tersebut dihasilkan sejumlah poin untuk ditindaklanjuti.
Menurutnya Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara telah mendukung kebijakan penghapusan piutang macet UMKM. Guna merealisasikannya, Bank Himbara membutuhkan kepastian hukum untuk melaksanakan penghapustagihan piutang macet UMKM seperti yang telah tercantum dalam UUP2SK pasal 339 dengan maksimal 2 tahun sejak diundangkan.
Selanjutnya, pemerintah akan melakukan pembahasan bersama dengan Lembaga Penjamin seperti PT Jaminan Kredit Indonesia atau Jamkrindo dan PT Asuransi Kredit Indonesia atau Askrindo sebagai pihak penjamin kredit UMKM. Pembahasan juga dilakukan bersama dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN terkait dengan kerangka hukum mekanisme penghapustagihan piutang macet UMKM.
Selain itu, masih butuh penyamaan persepsi antara pihak terkait, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Aparat Penegak Hukum (APH) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingat bank BUMN dikendalikan dan diaudit oleh Lembaga Pemerintah.
Sementara itu, pelaku usaha Cendol de Keraton, Agus Wiyono menilai selama ini pengusaha yang tengah memerlukan tambahan modal sangat terbantu dengan adanya program Kredit Usaha Rakyat (KUR) karena tingkat suku bunga yang memang rendah hanya sebesar 6 persen. Berbeda dengan kredit pinjaman komersial lainnya yang suku bunganya bisa mencapai sebesar 13 persen.
Namun, dia tidak setuju apabila Pemerintah justru dengan mudahnya menghapuskan kredit macet atau kredit bermasalah dari para pelaku UMKM. Dia menilai hutang adalah hutang yang tetap harus dibayar sekalipun pengusaha tersebut benar-benar bangkrut, bukan dimanfaatkan untuk keperluan konsumtif, hutang tersebut juga harus dibayar.
Dia pun menegaskan pemerintah tetap perlu menilai potensi perkembangan pengusaha dan memberi kredit berdasarkan alasan bisnis. Penghapusan kredit macet, tekannya, hanya bersifat membantu sesaat, untuk segelintir pelaku usaha yang tidak kompeten. Dampak jangka panjang justru akan negatif bagi pengusaha yang kinerjanya benar.
“Pada dasarnya kami tidak setuju kredit apapun dihapuskan dengan mudah, termasuk UMKM, karena merusak mental si pengusaha. Tetap harus terjalin kerja sama yang sehat antara Pemerintah yang berniat menolong dan pengusaha yang ditolong, sehingga akhirnya kredit murah yang disediakan oleh pemerintah benar-benar dimanfaatkan dengan baik,” terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel