Bisnis.com, JAKARTA — PT BRI Asuransi Indonesia atau BRI Insurance mencatatkan laba setelah pajak tumbuh 28,48 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp366,75 miliar sepanjang 2022.
Direktur Utama BRI Insurance Fankar Umran menuturkan bahwa sepanjang 2022, perusahaan mampu mengendalikan loss ratio. Hal itu dikarenakan perusahaan melakukan seleksi risiko dengan fokus pada bisnis ritel mikro.
“Kami juga melakukan peningkatan kerja sama secara B2B2C sehingga biaya, kecepatan, dan produksi dari saluran distribusi menjadi lebih efektif,” kata Fankar kepada Bisnis, Rabu (19/4/2023).
Di samping itu, lanjut Fankar, BRI Insurance terus melakukan perbaikan investasi dengan diversifikasi ke instrumen yang memiliki return (imbal hasil) yang lebih tinggi, seperti reksa dana. Kendati demikian, investasi tersebut tetap dalam batasan regulasi.
Anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) itu juga mengadopsi model hybrid distribution channel yang relevan dengan kebutuhan target pasar, yaitu kanal konvensional dan digital.
Kinerja perusahaan pada pendapatan premi tercatat tumbuh sebesar 30,42 persen yoy dari Rp1,96 triliun menjadi Rp2,56 triliun. Premi bruto perusahaan naik 30,07 persen yoy dari Rp1,78 triliun menjadi Rp2,31 triliun.
Sementara itu, klaim bruto meningkat 12,72 persen yoy menjadi Rp369,38 miliar dari tahun sebelumnya sebesar Rp327,71 miliar.
Selain laba, BRI Insurance juga mencatatkan peningkatan pada total aset sebesar 27,05 persen yoy sampai dengan 31 Desember 2022. Alhasil, total aset BRI Insurance naik menjadi Rp4,71 triliun pada kuartal IV/2022 dari sebelumnya bernilai Rp3,71 triliun per kuarta IV/2021.
Tantangan Industri Asuransi
Adapun untuk tahun 2023, BRI Insurance melihat terdapat sejumlah tantangan yang masih dihadapi industri perasuransian. Salah satunya adalah perekonomian global 2023 yang diramalkan melambat.
“Terjadi perfect storm berupa ketidakpastian geopolitik, inflasi tinggi, resesi, termasuk bencana alam menyebabkan kontraksi ekonomi dan pada akhirnya berdampak terhadap industri keuangan dan bisnis asuransi,” lanjut Fankar.
Fankar menuturkan bahwa sebagai industri yang mengikuti bisnis, asuransi umum sangat bergantung pada kondisi makro ekonomi, mulai dari kucuran kredit perbankan, leasing, dan sektor riil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel