OJK Setop Restrukturisasi Covid-19, Intip Sisanya di BRI (BBRI) hingga BSI (BRIS)

Bisnis.com,30 Apr 2023, 20:38 WIB
Penulis: Fahmi Ahmad Burhan
Ilustrasi nasabah melakukan restrukturisasi kredit perbankan/Freepik.

Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menghentikan kebijakan restrukturisasi Covid-19 secara umum pada Maret 2023 dan hanya memperpanjang restrukturisasi kredit secara terbatas, yakni kepada tiga segmen dan wilayah tertentu saja. 

Tiga segmen yang diperpanjang restrukturisasinya adalah UMKM, penyediaan akomodasi dan makan-minum, serta beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar. Sementara, berdasarkan wilayah, OJK masih mempertimbangkan bahwa Provinsi Bali belum pulih sepenuhnya dari Covid-19.

Lantas, berapa sisa restrukturisasi Covid-19 di perbankan seperti BRI (BBRI) hingga Bank Syariah Indonesia (BRIS)? 

Di sejumlah perbankan, outstanding kredit restrukturisasi kredit Covid-19 juga telah menyusut. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) misalnya mencatatkan sisa kredit restrukturisasi Rp99,8 triliun per Maret 2023 atau 9,4 persen dari total kredit.

Kredit restrukturisasi Covid-19 itu turun dari outstanding pada kuartal I/2022 yang mencapai Rp144,3 triliun atau 14,8 persen dari total kredit.

Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto mengatakan penyusutan kredit restrukturisasi Covid-19 di BRI terjadi karena kondisi keuangan nasabah yang telah pulih dari kendala selama pandemi Covid-19.

"Penurunan terjadi karena banyak nasabah yang berhasil melakukan pembayaran," katanya beberapa waktu lalu.

Sementara itu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mencatatkan sisa kredit restrukturisasi Covid-19 Rp44,8 triliun pada Maret 2023 atau 3,7 persen dari total kredit. Angkanya susut dari Rp85,9 triliun pada Maret 2022 atau 8 persen dari total kredit. 

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BBNI mencatatkan portofolio restrukturisasi kredit akibat Covid-19 hingga akhir kuartal I/2023 tersisa Rp45,8 triliun atau 7,3 persen dari total kredit. Angkanya turun dari kuartal I/2022 yang masih mencapai 12 persen dari total kredit. 

Direktur Finance BNI Novita Widya Anggraini mengatakan penurunan ini terutama berasal dari sektor-sektor yang paling terdampak pandemi seperti restoran, hotel, tekstil dan konstruksi, mengindikasikan bahwa bisnis debitur kembali pulih. 

“Penurunan tersebut berasal dari sektor-sektor yang paling terdampak pandemi dan mengindikasikan bisnis debitur mulai pulih,” kata Novita.

Selain itu, PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) atau BSI mencatatkan portofolio kredit restrukturisasi Covid-19 hingga akhir kuartal I/2023 sebesar Rp13,6 triliun.

Direktur Manajemen Risiko BRIS Tiwul Widyastuti mengatakan BRIS berkomitmen penuh untuk mengelola sisa portofolio kredit restrukturisasi Covid-19 dengan baik guna terus menekan angka persentasenya.

"Dari Rp13,6 triliun ini ada 41,2 persen portofolio kredit restrukturisasi yang masih mendapat perlakukan khusus karena ketentuan baru itu [peraturan perpanjangan restrukturisasi kredit hingga Maret 2024]," jelasnya.

Adapun, sisanya yakni sebanyak 26,6 persen hingga saat ini masih melanjutkan periode restrukturisasi program yang telah didapatkan nasabah dengan terus dilakukan monitoring oleh BRIS.

Sementara itu, setidaknya 8,4 persen nasabah restrukturisasi dinyatakan telah kembali normal seiring dengan meningkatnya kembali kemampuan bayarnya.

"Kemudian ada 32,6 persen yang sudah berakhir tapi belum pulih sehingga perlu dilakukan restru kembali tapi tidak menggunakan ketentuan POJK [Peraturan OJK] baru melainkan menggunakan program internal kita," pungkas Tiwul.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan seiring dengan berhentinya restrukturisasi Covid-19, OJK mencatat penurunan jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 di perbankan pada Februari 2023 menjadi Rp427,7 triliun.

"Jika dibandingkan puncak pandemi, ini setengahnya sudah drop," ujar Dian. Jumlah debitur restrukturisasi Covid-19 pun terus menurun menjadi 1,93 juta nasabah.

Dian mengatakan penurunan kredit restrukturisasi Covid-19 menunjukkan sudah terjadinya pemulihan ekonomi masyarakat.

Meski begitu, otoritas akan terus memonitor dan memastikan berhentinya kebijakan restrukturisasi tidak terlalu mengganggu kredit bermasalah di perbankan. Dia pun meminta perbankan untuk menyiapkan pencadangan seiring berhentinya kebijakan restrukturisasi.

"Kemudian, dalam antisipasi perbaikan kondisi, perbankan diminta menerapkan prinsip prudensial," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Feni Freycinetia Fitriani
Terkini