Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyebutkan kenaikan batas ekuitas minimal perusahaan asuransi merupakan sebuah kebutuhan yang tidak terelakkan. Ekuitas yang lebih besar dibutuhkan untuk menyerap risiko bisnis dan retensi sendiri yang lebih besar.
Meski demikian, AAJI menilai peningkatan ekuitas tersebut tetap harus didiskusikan bersama dengan semua pihak secara intens dengan asosiasi dan anggotanya para pelaku usaha jasa keuangan (PUJK).
“Kami sepakat dan satu pemahaman mengenai hal ini [peningkatan batas ekuitas modal minimum perusahaan asuransi], karena mengingat pertumbuhan bisnis asuransi yang semakin besar di masa depan,” kata Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu kepada Bisnis, Minggu (7/5/2023).
Namun demikian, Togar menyatakan bahwa besaran modal dan periode implementasi juga perlu didiskusikan intensif dengan semua pelaku bisnis atau pemilik perusahaan hingga tercapai kesepakatan.
“Perlu kehati-hatian dalam memutuskannya, mengingat ini merupakan isu sensitif dan patut dihindari adanya tuduhan seolah-olah regulator ingin menghilangkan perusahaan-perusahaan tertentu yang kecil-kecil, karena tidak mudah mencari pemodal atau investor di bisnis ini,” ungkapnya.
Di samping itu, AAJI juga memandang regulator perlu memberikan fasilitas dan mempermudah perusahaan asuransi untuk meningkatkan permodalan melalui proses merger hingga IPO (initial public offering).
Selain itu, lanjut Togar, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga dapat memberikan opsi kepada asuransi dengan modal Rp100 miliar dengan hanya boleh berbisnis di wilayah tertentu, layaknya Bank Pembangunan Daerah (BPD) di sektor perbankan.
“Kalau bisnis mau besar, maka ketahanan dan kapabilitas perusahaan juga mestinya besar. Namun, harus diskusi intensif dengan semua pelaku atau pemilik perusahaan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa regulator tengah mengkaji batas permodalan perusahaan asuransi. Hal itu dilakukan lantaran modal minimum yang diatur di dalam Peraturan OJK (POJK) 67/2016 dinilai terlalu rendah dibandingkan dengan risiko usaha bisnis yang dijalankan perusahaan asuransi.
Ogi menyampaikan bahwa saat ini ekuitas minimum untuk perusahaan asuransi adalah Rp100 miliar, perusahaan reasuransi Rp200 miliar, asuransi syariah sebesar Rp50 miliar, dan reasuransi syariah mencapai Rp100 miliar.
“Oleh karena itu, kita akan melakukan perubahan POJK 67/2016 yang sekarang memang sedang kita edarkan [terkait rancangan POJK] ke asosiasi dan pelaku usaha jasa keuangan [PUJK] untuk mendapatkan respons,” kata Ogi dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK Bulan April 2023.
Nantinya, modal disetor perusahaan asuransi akan dinaikkan dari Rp100 miliar menjadi Rp500 miliar pada 2026, dan menjadi Rp1 triliun pada 2028.
Sedangkan untuk batas ekuitas modal minimum perusahaan reasuransi konvensional dari Rp200 miliar menjadi Rp1 triliun pada 2026, dan Rp2 triliun di 2028.
Lalu, diikuti dengan perusahaan asuransi syariah dari Rp50 miliar menjadi Rp250 miliar di 2026, dan Rp500 miliar pada 2028.
Sementara itu, untuk perusahaan reasuransi syariah dari Rp100 miliar menjadi Rp500 miliar di 2026 dan Rp1 triliun pada 2028.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel