Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memperkirakan stabilitas sistem keuangan akan tetap terjaga dan mendukung berlanjutnya pemulihan ekonomi. Simak 5 amunisi BI untuk jaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia.
Hal ini didorong oleh perkiraan Intermediasi perbankan tahun 2023 yang akan tetap tumbuh sejalan dengan terjaganya ketahanan sistem keuangan, tercermin dari kondisi likuiditas yang longgar dan kemampuan permodalan bank yang kuat.
“Permintaan pembiayaan diperkirakan tetap terjaga seiring dengan optimisme membaiknya kondisi ekonomi global dan domestik,” tulis BI dalam Buku Kajian Stabilitas Keuangan No. 40 yang dikutip Bisnis, Kamis (11/5/2023).
BI menilai perbaikan ekonomi global berpotensi memberikan dampak rambatan yang positif pada korporasi berorientasi ekspor, terlebih dari ekonomi China yang merupakan mitra dagang utama Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi domestik juga diperkirakan tetap kuat, didukung oleh pemulihan kinerja korporasi dan konsumsi rumah tangga.
BI memperkirakan pertumbuhan intermediasi perbankan pada 2023 akan mencapai kisaran 10-12 persen. Risiko kredit perbankan juga mengalami penurunan sejalan dengan aktivitas ekonomi yang meningkat pasca pandemi.
Namun demikian, bank sentral memandang bahwa masih terdapat beberapa tantangan untuk mencapai target pertumbuhan kredit, serta ketahanan perbankan yang perlu diwaspadai.
Selain perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan masih tingginya tekanan inflasi, dampak rambatan dari penutupan sejumlah bank di Amerika Serikat juga perlu diwaspadai.
"Meskipun tidak memiliki dampak langsung terhadap perbankan di Indonesia, penutupan sejumlah bank tersebut dapat mempengaruhi persepsi pasar investor yang berpotensi memperlemah nilai tukar Rupiah," tulis laporan BI.
Peristiwa itu juga menunjukkan adanya potensi dampak dari kebijakan pengetatan moneter terhadap ketahanan perbankan yang perlu diwaspadai.
Untuk itu, BI menyampaikan bahwa sinergi dan inovasi bauran kebijakan akan semakin ditingkatkan untuk memperkuat ketahanan dan mendukung proses pemulihan ekonomi nasional dari dampak gejolak global.
5 Amunisi Bank Indonesia untuk Jaga Stabilitas Sistem Keuangan
BI berkomitmen melanjutkan stance kebijakan makroprudensial yang akomodatif pada 2023. Hal ini sejalan dengan arah siklus keuangan yang baru mulai berada dalam fase ekspansif.
1. Insentif Makroprudensial
Pertama, BI memperkuat kebijakan insentif makroprudensial, yang bersifat akomodatif, inklusif, dan berkelanjutan, berlaku sejak 1 April 2023. Penyempurnaan kebijakan ini guna meningkatkan pertumbuhan kredit perbankan khususnya kepada sektor prioritas berdasarkan pencapaian rasio pembiayaan inklusif makroprudensial (RPIM), serta kredit berwawasan lingkungan.
Penyempurnaan ini meningkatkan insentif makroprudensial berupa pelonggaran atas giro rupiah bank di BI dari paling tinggi sebesar 2 persen menjadi 2,8 persen.
2. Rasio LTV
Kedua, BI memperpanjang rasio loan to value (LTV) untuk kredit properti dan Uang Muka untuk kredit kendaraan bermotor (KKB) yang semula berlaku sampai dengan 31 Desember 2022 menjadi berlaku sampai dengan 31 Desember 2023.
3. Rasio Intermediasi Makroprudensial
Ketiga, penyempurnaan ketentuan pada rasio intermediasi makroprudensial (RIM) dan penyangga likuiditas makroprudensial (PLM), yang ditujukan untuk memastikan efektivitas ketentuan sehingga dapat mendorong fungsi intermediasi perbankan yang seimbang dan berkualitas serta mendukung ketahanan likuiditas perbankan.
4. Devisa Hasil Ekspor
Keempat, sebagai bauran kebijakan, khususnya kebijakan moneter yang pro-stability, BI memperkuat pengelolaan devisa hasil ekspor (DHE) dengan melibatkan peran perbankan. Penguatan DHE ini dilakukan melalui instrumen operasi moneter term deposit (TD) valas DHE, yang telah berlaku per 1 Maret 2023.
5. Suku Bunga Acuan
Kelima, kebijakan moneter BI yang tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas, terutama dengan kenaikan suku bunga secara terukur untuk pengendalian inflasi inti dan ekspektasi inflasi, serta intervensi valas untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memastikan likuiditas perbankan dan perekonomian tetap memadai.
Kebijakan lainnya, seperti kebijakan di bidang sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta inklusi ekonomi dan keuangan akan tetap diarahkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel