Bisnis.com, JAKARTA - Gugatan perdata terkait kredit macet senilai Rp232 miliar yang dilayangkan oleh PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP) terhadap bos PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) yakni Susilo Wonowidjojo masih terus berlanjut.
Pada lanjutan kasus gugatan terbaru di Pengadilan Sidoarjo yang berlangsung secara elektronik (e-court) Rabu (10/5/2023), para pihak tergugat kompak menyampaikan penolakannya terhadap seluruh materi gugatan Bank OCBC NISP.
Secara lebih rinci, Susilo Wonowidjojo bersama dengan manajemen PT Hari Mahardika Utama (PT HMU), Lianawati Setyo dan Daniel Widjaja Ningrat menilai bahwa PN Sidoarjo tidak berwenang dan tidak memiliki kompetensi secara relatif untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini.
“Para penggugat terus konsisten untuk melepaskan diri dari tanggung jawab kredit yang telah diberikan oleh Bank OCBC NISP selama bertahun-tahun yang perjanjiannya selalu diperbarui tiap tahun. Sayang sekali, pak Susilo yang sebenarnya punya reputasi baik harus berakhir seperti ini. Jawaban para tergugat tidak materiil dan dasar hukumnya juga sangat lemah,” ungkap Hasbi Setiawan, kuasa hukum Bank OCBC NISP dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (14/5/2023).
Di samping itu, para tergugat juga turut menyampaikan bahwa kerugian materiil yang didalilkan oleh Bank OCBC NISP merupakan kerugian yang tidak pasti atau tidak nyata sehingga wajib ditolak.
Pada kesempatan yang sama, Hadi Kristanto selaku tergugat 4 yang kemudian menjadi pemegang 50 persen saham HSI menyampaikan bahwa perjanjian pinjaman Bank OCBC NISP kepada HSI dilakukan dengan tidak hati-hati dan tidak profesional.
Sementara itu, tergugat 3 yakni PT Surya Multi Flora selaku pemegang 50 persem saham HSI menilai bahwa kerugian materiil dan immaterial yang diterima oleh OCBC NISP tidak berlandaskan fakta.
Alhasil, PT SMF menilai bahwa OCBC NISP tidak dapat meminta uang paksa kepada tergugat 3 mengingat pihaknya hanyalah pemegang saham turut tergugat PT HSI.
Menanggapi seluruh jawaban tersebut, OCBC NISP tetap berkeyakinan bahwa pihaknya memiliki dasar dan bukti hukum yang kokoh.
“Kami menghormati langkah-langkah hukum yang dilakukan oleh para tergugat. Kami akan buktikan bahwa Bank OCBC NISP memiliki dasar dan bukti hukum yang kuat untuk meminta tanggungjawab kepada para pemilik dan pengurus PT. HSI yang nyata-nyata sudah menerima pinjaman Rp 232 miliar serta didukung perjanjian kredit yang sah,” tegasnya.
Untuk diketahui sebelumnya, PT HSI memiliki pinjaman di sejumlah bank mulai dari OCBC NISP, PT Bank Mega Tbk. (MEGA), PT Bank BTPN Tbk. (BTPN), PT Bank DBS Indonesia, PT Bank ICBC Indonesia, dan PT Bank Permata Tbk. (BNLI) sejak 2016 lalu.
Dalam salah satu perjanjian kreditnya dengan bank, PT HSI mendapatkan pembiayaan untuk modal kerja dalam mendukung pengembangan bisnis rambut palsu atau wig yang pabriknya berada di Sidoarjo, Jawa Timur.
Sebelumnya, sederet bank tersebut lancar menyalurkan kredit ke PT HSI dengan mempertimbangkan nama besar pemilik GGRM, Susilo Wonowidjojo di PT HMU yang merupakan pengendali saham PT HSI saat itu.
Namun, pada 17 Mei 2021, berdasarkan akta perusahaan Nomor 12, kepemilikan 50 persen saham PT HMU di PT HSI tiba-tiba beralih kepada Hadi Kristianto Niti Santoso. Sementara PT Surya Multi Flora tetap memiliki 50 persen saham. Kredit macet di bank menggunung, PT HSI tak mampu lunasi utang.
“Bank OCBC NISP baru mendapat informasi adanya penjualan saham PT HMU di PT HSI setelah ada gugatan PKPU dari kreditur yang punya piutang sekitar Rp 4 miliar. Sampai akhirnya PT. HSI pailit di akhir tahun 2021 banyak informasi yang tidak jelas terhadap perusahaan ini. Dari prosesnya yang cepat sampai ke putusan pailit, kami menduga memang upaya untuk melepaskan diri dari kewajiban kredit ke sejumlah bank ini sudah didesain secara matang,” pungkas Hasbi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel