AFPI Usulkan Pengaturan Khusus Asuransi Fintech dan Pembatasan Pinjaman per Orang

Bisnis.com,15 Mei 2023, 10:05 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
OJK dan AFPI menerima pengaduan mengenai fintech lending yang terdaftar dan berizin di OJK. Sedangkan untuk pinjaman online ilegal, pengaduannya bisa dilaporkan ke Kepolisian terdekat @ccicpolri dan Satgas Waspada Investasi (SWI)./Instagram-@ojkindonesia

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia atau AFPI mengajukan adanya pengaturan lebih rinci mengenai asuransi untuk fintech peer to peer atau P2P lending dan pembatasan penggunaan jumlah platform pinjaman bagi satu debitur atau borrower.

Ketua Umum AFPI Adrian Asharyanto Gunadi menjelaskan bahwa saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyusun rancangan regulasi terkait perkembangan industri P2P lending. AFPI turut memberikan masukan kepada otoritas agar regulasi baru relevan dengan kebutuhan industri.

Adrian menjelaskan bahwa proteksi pinjam meminjam dengan asuransi menjadi salah satu usulan AFPI yang menjadi pembahasan dengan OJK. Para pelaku industri melihat bahwa perlu terdapat pengaturan lebih rinci mengenai asuransi dalam kontrak P2P lending.

"Ini menjadi yang salah satu kami usulkan untuk masuk dalam rancangan aturan soal P2P lending. Saya bilang ini supaya transparan di peraturan OJK terkait asuransinya, karena menurut saya sekarang belum terjelaskan semua asuransinya seperti bagaimana. Harus dijelaskan secara clear bahwa asuransi itu bukan jaminan lho, ini hanya sebagai proteksi tambahan," ujar Adrian kepada Bisnis, Jumat (12/5/2023).

Para pelaku industri melihat bahwa penempatan asuransi bukan sebagai jaminan dalam kredit pinjam meminjam untuk mencegah terjadinya moral hazard. Pemberi pinjaman (lender) dan penerima pinjaman (borrower) bisa saja menyepakati terjadinya gagal bayar karena akan terdapat asuransi yang menanggung risiko itu.

Oleh karena itu, menurut Adrian, sejauh ini asuransi berperan sebagai proteksi apabila jaminan tidak bisa memenuhi kewajiban borrower kepada lender. Klaim asuransi baru bisa diajukan jika jaminan sudah diproses dan tidak terdapat putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

AFPI juga menyampaikan usulan pembahasan mekanisme perlindungan selain asuransi, seperti dalam bentuk tambahan pencadangan di perusahaan. Namun, menurut Adrian, usulan itu dapat menimbulkan polemik karena adanya aturan bahwa perusahaan P2P lending tidak boleh menjadi penjamin.

"Kami harus memikirkan bagaimana bentuk pencadangannya dan bagaimana memperjelas dengan aturan OJK. Makanya dari asosiasi mengusulkan dan akan melihat best practice dari negara lain bagaimana, lalu kira-kira solusi apa yang bisa kita perkuat lagi dalam rancangan aturan yang baru," kata Adrian.

Lalu, asosiasi mengusulkan penetapan batasan jumlah platform dari satu debitur. AFPI berpandangan bahwa usulan itu dapat mencegah satu borrower meminjam ke banyak platform karena berisiko meningkatkan non performing loan (NPL) atau terjadi 'gali lubang tutup lubang'.

"Setidaknya [diatur] di awal, supaya jangan sampai ini dimanfaatkan oleh borrower yang tidak bertanggung jawab. Risikonya di lender juga kan. Kita batasi dulu saja sementara supaya risiko gagal bayarnya bisa kita antisipasi, kalau memang niatnya sudah enggak baik, mendingan kita cut saja," kata Adrian.

*Wawancara dengan Adrian merupakan bagian dari laporan khusus Kantong Kering P2P Lending yang terbit di harian Bisnis Indonesia edisi Senin (15/5/2023). Baca laporan selengkapnya di epaper.bisnis.com.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianto Cahyo Nugroho
Terkini