Bisnis.com, JAKARTA — Platform peer-to-peer (P2P) lending alias pinjaman online PT Pembiayaan Digital Indonesia (Pinjol AdaKami) menilai rencana regulator mengatur ulang batas maksimum pinjaman konsumtif dari Rp2 miliar menjadi Rp500 juta.
Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega menuturkan sebagai platform yang mayoritas bergerak di sektor konsumtif, batas maksimum pinjaman Rp500 juta akan membatasi perusahaan untuk memberikan pinjaman ke nasabah.
“Kalau kita melihat batas kredit, [untuk] platformnya [AdaKami] melayani nasabah Rp500 juta ke atas, terus dibatasi dengan Rp500 juta, itu pasti berpengaruh. Karena itu terkait dengan value chain, mata rantai, so it will affect us,” kata Bernardino kepada Bisnis, Selasa (23/5/2023).
Bernardino menjelaskan bahwa AdaKami menyalurkan pinjaman konsumtif. Namun demikian, untuk penggunaan dana yang diterima untuk konsumtif atau produktif, itu kita kembali kepada peminjam.
“Karena ada juga beberapa user yang menggunakan dana pinjaman di AdaKami untuk modal usaha,” tuturnya.
Di sisi lain, Bernardino menilai untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan gagal bayar, maka setiap perusahaan dapat melakukannya dengan memitigasi risiko.
“Menurut saya, yang akan menghindari atau mengurangi kemungkinan gagal bayar itu adalah bagaimana kita bisa memitigasi risiko kredit yang kita miliki terhadap nasabah yang sedang mengajukan [pinjaman]. Yang penting adalah credit risk sesuai dengan bunga yang diberikan,” jelasnya.
Mengutip laman resmi AdaKami pada Selasa (23/5/2023), perusaahaan mengumumkan tingkat keberhasilan bayar 90 hari (TKB90) sebesar 99,84 persen. Artinya, tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) yang dimiliki AdaKami sangat rendah yakni 0,16 persen.
Sebelumnya, Deputi Komisioner Pengawas Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Bambang W. Budiawan menilai batas maksimum pendanaan fintech senilai Rp2 miliar untuk sektor konsumtif terlalu besar dan dirasa lebih pas apabila sekitar Rp500 juta.
“Ke depan, angka Rp2 miliar kepada borrower itu harus di-review [dikaji] kembali, karena kalau kita bayangkan untuk konsumtif hanya Rp2 miliar, itu terlalu besar. Jadi coba kita atur, misalnya untuk multiguna, consumption loan, cash loan itu mungkin Rp500 juta [pendanannya] lebih pas, mungkin ya, kita coba nanti lihat,” kata Bambang saat ditemui usai acara Fintech Policy Forum yang diselenggarakan Indonesia Fintech Society (IFSoc) di Auditorium CSIS, Jakarta, Selasa (16/5/2023).
Di sisi lain, lanjut Bambang, batas maksimum penyaluran pendanaan pemain fintech ke sektor produktif yang hanya Rp2 miliar dinilai tidaklah cukup. OJK menilai batas pendanaan ke sektor produktif bisa mencapai Rp10 miliar.
“Sekarang kalau yang produktif, apakah itu cukup untuk Rp2 miliar? Menurut saya, nggak [cukup]. Jadi kami amati untuk [pendanaan ke sektor] produktif bisa di atas Rp2 miliar, bisa Rp3 miliar — Rp5 miliar, atau Rp5 miliar — Rp10 miliar bahkan,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel