Gawat! Persediaan Air dan Energi Asia Terancam Akibat Bencana Iklim

Bisnis.com,24 Mei 2023, 20:08 WIB
Penulis: Kathleen Dewitri
Seorang pria mengambil air dengan pompa di waduk yang mengering di tengah suhu panas. Wilayah dari barat daya hingga timur sepanjang aliran sungai Yangtze telah mengalami gelombang panas selama berminggu-minggu di Changxing, provinsi Zhejiang, China, 20 Agustus 2022./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Para peneliti mengatakan bahwa masalah terkait iklim yang memengaruhi aliran air di sistem sungai Hindu Kush-Himalaya menimbulkan ancaman bagi pembangunan ekonomi dan ketahanan energi pada 16 negara di Asia.

Hal tersebut tentunya membutuhkan langkah bersama guna menjaga aliran air di kawasan tersebut.

Melansir Reuters, Rabu (24/5/2023), daerah aliran pada 10 sungai utama yang mengalir dari menara air Hindu Kush-Himalaya dianggap sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat dan berkontribusi terhadap PDB hingga US$4,3 triliun setiap tahunnya.

Adapun lembaga penelitian China Water Risk menjelaskan bahwa pengaruh perubahan iklim seperti pencairan es dan cuaca ekstrem telah menjadi ancaman besar bagi lingkungan sekitarnya.

Para peneliti tersebut mengingatkan bahwa seluruh sungai akan menghadapi risiko air yang meningkat dan semakin buruk jika masyarakat tidak dapat mengendalikan emisi.

Sebagian dari sepuluh sungai tersebut mencakup Sungai Gangga dan Brahmaputra yang mengalir ke India dan Bangladesh, Sungai Yangtze dan Sungai Kuning di Tiongkok, serta jalur air lintas batas seperti Mekong dan Salween.

Sungai-sungai tersebut mendukung hingga tiga perempat tenaga air dan 44 persen tenaga batu bara di 16 negara yang mencakup Afghanistan, Nepal, dan Asia Tenggara.

Diperkirakan sekitar 865 gigawatt kapasitas pembangkit listrik di sepuluh sungai tersebut rentan dengan risiko perubahan iklim.

Aliran sungai Yangtze di China, yang menopang sepertiga penduduk negara tersebut dan sekitar 15 persen dari total kapasitas listriknya, telah mengalami rekor kekeringan terlama tahun lalu.

Hal tersebut dapat dilihat dengan menurunnya produksi pembangkit listrik tenaga air yang menghambat jalannya pasokan listrik secara global.

Akibat kekeringan yang terjadi, pemerintah menyetujui puluhan pembangkit listrik tenaga batu bara untuk membantu menanggulangi gangguan pada pembangkit listrik tenaga air pada waktu yang akan datang.

Sejumlah peneliti menyampaikan bahwa beberapa negara perlu mempertimbangkan penyusunan kebijakan dengan memastikan keseimbangan antara keamanan energi dan air.

"Karena pilihan listrik dapat berdampak pada air dan kekurangan air dapat membuat aset listrik terdampak, maka ketahanan air harus menentukan ketahanan energi," ujar mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianto Cahyo Nugroho
Terkini