Bisnis.com, JAKARTA — Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menjadi dasar kontrak asuransi digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), lantaran dinilai rawan disalahgunakan perusahaan asuransi yang tidak memiliki itikad baik.
Pasal 251 KUHD sendiri menyatakan bahwa 'Semua pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifatnya sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadakan dengan syarat-syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal'.
Pengamat Asuransi yang juga dosen program MM-Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Kapler Marpaung mengatakan bahwa dalam bisnis asuransi terdapat empat prinsip dasar yang harus diterapkan dalam asuransi, salah satunya adalah prinsip utmost good faith atau prinsip itikad yang sangat baik atau kejujuran sempurna.
“Utmost good faith ini kalau didefinisikan artinya adalah kewajiban yang positif dari tertanggung untuk mengungkapkan seluruh fakta material atas obyek pertanggungan kepada perusahaan asuransi. Prinsip kejujuran sempurna dalam KUHD adalah sesuai Pasal 251,” ungkap Kapler kepada Bisnis, Kamis (1/6/2023).
Kapler menuturkan bahwa prinsip utmost good faith ini menjadi prinsip yang sangat fundamental dalam kontrak asuransi, mengingat produk asuransi termasuk intangible alias produk yang tidak dapat dilihat dan dicoba.
Lebih lanjut, produk asuransi sejatinya merupakan perjanjian ganti rugi antara perusahaan asuransi dengan tertanggung, di mana penanggung berjanji akan membayar ganti rugi kepada tertanggung apabila tertanggung mengalami kerugian atas kepentingannya karena akibat suatu risiko yang dijamin polis.
“Pertanyaannya, apakah perusahaan pasti akan membayar ganti rugi? Di sinilah mengapa diperlukan prinsip utmost good faith dalam kontrak asuransi. Tidak seperti kontrak bisnis lain yang mana produk bisa dilihat dan dicoba maka tidak dibutuhkan utmost good faith, tapi cukup good faith atau itikad baik,” tuturnya.
Kapler mengatakan bahwa tertanggung tidak akan pernah memahami arti prinsip kejujuran sempurna itu dengan baik, atau tertanggung itu tidak akan pernah memahami arti fakta meterial dengan baik, apabila perusahaan asuransi tidak mengedukasi tertanggung.
“Jadi kalau penanggung tidak mengedukasi tertanggung, itu sudah dapat kita katakan bahwa penanggung melanggar prinsip utmost good faith,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengatakan bahwa prinsip itikad baik yang tercantum di dalam Pasal 251 KUHD merupakan perjanjian kedua belah pihak yang sudah cukup lama.
“Karena kalau enggak salah KUHD ini juga sudah melewati kajian yang cukup dalam secara teknis maupun hukum, tapi kenapa baru mencuat sekarang? Kan itu aneh juga, [apakah] karena ada wanprestasi atau hal lain?” Kata Budi dalam paparan kinerja Asuransi Umum Kuartal I/2023, dikutip Kamis (1/6/2023).
Namun, Budi mengaku bahwa dirinya belum membaca gugatan tersebut secara utuh. Meski demikian, AAUI tengah melihat lagi substansi apa yang digugat hingga ke MK.
“Kami sangat berhati-hati, tetapi tentunya kami akan melihat cara utuh bagaimana persoalan ini hingga masalah ini dibawa ke MK. Kami enggak gegabah, tetapi kami juga siap jika nanti diminta untuk men jika di narasumber atau hal-hal lain,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, uji materil diajukan oleh Leonardo Siahaan yang berprofesi karyawan swasta. Leonardo di hadapan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dengan didampingi Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Hakim Konstitusi Suhartoyo menerangkan, Pasal 251 ini rawan disalahgunakan perusahaan asuransi yang tidak memiliki itikad baik
Pasalnya, calon nasabah asuransi masih banyak yang belum memahami konteks asuransi. Tak jarang pula, perusahaan asuransi membuat isi polis yang begitu panjang sehingga nasabah tidak cukup waktu untuk membaca semua isi polis yang dibuat atau disodorkan. Kemudian tak jarang pula isi polis yang menggunakan bahasa-bahasa yang terlampau tinggi sehingga sulit dipahami oleh Nasabah.
Ada sejumlah kelompok tertentu yang rawan dimanfaatkan seperti lanjut usia (lansia), orang yang mempunyai standar kecerdasan di bawah rata-rata. Kelompok-kelompok ini sering kali dimanfaatkan oleh perusahaan asuransi yang memiliki itikad buruk.
Menurut Leonardo, penerapan ketentuan Pasal 251 KUHD sebenarnya sangat tidak adil karena hanya membebani kewajiban kepada tertanggung saja. Seharusnya, kata dia, kedua belah pihak, tertanggung maupun penanggung mendapatkan kedudukan yang sama dalam perjanjian asuransi.
Selain itu, dalam penerapan Pasal 251 KUHD ini juga, di samping tertanggung berkewajiban mengungkapkan fakta-fakta material yang seharusnya diberitahukan kepada penanggung, penanggung juga berkewajiban memberikan pemberitahuan atau informasi yang berkaitan dengan hal yang berhubungan dengan kepastian jaminan ganti rugi dan penolakan klaim yang menimpa objek asuransi apabila terjadi evenement.
Leonardo mengatakan seharusnya mengenai pemberitahuan informasi yang sebenarnya, jika penanggung menganggap sesuatu mengenai objek yang akan diasuransikan cukup penting baginya maka ia harus mengajukan pertanyaan khusus mengenai objek yang akan diasuransikan tersebut.
Oleh karena itu, Leonardo dalam petitumnya memohon MK mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. Kemudian, memohon MK menyatakan Pasal 251 KUHD bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel