Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menyebutkan Indonesia tidak membayar utang Rp1.000 triliun per tahun. Nilai pembayaran utang pemerintah ini sebelumnya disampaikan oleh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menegaskan bahwa pemerintah tidak membayar utang sebesar Rp1.000 triliun per tahun seperti yang disebutkan oleh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Berdasarkan data yang disampaikan Yustinus, pembayaran utang pemerintah pada 2021 tercatat mencapai Rp902,37 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari cicilan pokok dalam negeri sebesar Rp1,54 triliun, SBN Rp475,26 triliun, cicilan pokok luar negeri Rp 82,08 triliun, dan bunga utang sebesar Rp343,49 triliun.
Jumlah pembayaran utang tersebut meningkat sebesar 17,10 persen jika dibandingkan dengan total pembayaran utang pemerintah pada 2020 yang sebesar Rp770,57 triliun.
Yustinus mengatakan bahwa dalam pengelolaan utang, pemerintah sangat berhati-hati terutama agar kesinambungan fiskal tetap terjaga.
“Dalam pembayaran pokok dan bunga utang, Pemerintah sangat berhati-hati dan terukur agar kemampuan bayar dan kesinambungan fiskal tetap terjaga,” katanya melalui akun Twitter @prastow, dikutip Senin (5/6/2023).
Selain itu, Yustinus mengatakan bahwa rasio utang Indonesia pada 2021 yang mencapai 40,7 persen terhadap PDB tersebut masih jauh di bawah rerata emerging market, bahkan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan China yang mencapai 71,5 persen.
Pada April 2023 pun, rasio utang pemerintah terhadap PDB mengalami penurunan menjadi sebesar 39,17 persen dari 39,57 persen pada Desember 2022.
Kenaikan rasio utang yang mencapai tingkat di atas 40 persen pada 2021 didorong oleh kebijakan pemerintah untuk menangani pandemi Covid-19 dan mendorong pemulihan ekonomi nasional.
“Kemampuan recovery yang baik membuat ekonomi Indonesia mampu bangkit, sekaligus menurunkan debt ratio,” jelas Yustinus.
Dia menambahkan, sebagian besar utang Indonesia juga dalam mata uang Rupiah, di mana 73 persen dari utang Indonesia berasal dari SBN domestik.
“Tentu hal ini baik untuk menekan market risk dari melambungnya nilai utang karena pelemahan rupiah,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel