RI Ditagih Kontraktor MLFF Rp1,2 Triliun, DPR Desak Pemerintah Segera Turun Tangan

Bisnis.com,05 Jun 2023, 17:35 WIB
Penulis: Afiffah Rahmah Nurdifa
Tol Bali Mandara/Youtube

Bisnis.com, JAKARTA - Kisruh pembatalan uji coba transaksi jalan tol nontunai tanpa sentuh (nirsentuh) atau multi lane free flow (MLFF) disinggung dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI bersama Kementerian BUMN.

Dalam forum tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Gerindra Andre Rosiade meminta langsung kepada Menteri BUMN Erick Thohir untuk turun tangan mengatasi kekisruhan antara perusahaan Hungaria dan Indonesia. 

"Ini perlu Pak Menteri BUMN ajak Menteri PUPR dan Presiden Jokowi untuk menyelesaikan hal ini," kata Andre, dikutip dari Youtube Komisi VI DPR RI, Senin (5/6/2023). 

Adapun, sistem bayar tol tanpa berhenti atau MLFF ini semula ditargetkan uji coba pada 1 Juni 2023 di Bali. Namun, Roatex, perusahaan teknologi asal Hungaria telah menghentikan rencana tersebut akibat adanya perbedaan visi pihak Hungaria dengan PT Roatex Indonesia Toll System (RITS). 

Bahkan, Roatex Hungaria telah memberhentikan sejumlah direksi di RITS. Dalam hal ini, Direktur Utama PT RITS Musfihin Dahlan pun ikut diberhentikan dari posisinya. Saat ini, dia tak lagi legal menjabat sebagai direktur utama, digantikan oleh Attila Keszeg dari pihak Hungaria. 

Tak sampai disitu, perbedaan visi hingga perombakan direksi hanya sedikit dari kekisruhan rencana sistem MLFF. Pasalnya, Musfihin menjelaskan bahwa Indonesia ditagih uang kontraktor sistem senilai US$80 juta atau setara dengan Rp1,2 triliun kepada Multi Contact Zrt, kontraktor yang dipilih induk usaha RITS. 

Menanggapi hal tersebut, Andre meminta Erick untuk memperhatikan sejumlah badan usaha jalan tol (BUJT) yang kini ditagih anggaran besar untuk sistem yang belum diimplementasikan. 

"Sekarang BUJT dipaksa untuk bayar US$80 juta dolar atau Rp1,2 triliun kepada investor Roatex di mana alat ini belum bisa dipergunakan tapi ini dipaksakan untuk bayar," ujarnya. 

Terlebih, berdasarkan informasi yang diterimanya, teknologi MLFF tidak mampu mengakomodir 100 persen mobil atau kendaraan yang masuk ke dalam tol, melainkan hanya 80 persen yang dapat tertangkap dalam sistem tersebut. 

"Sehingga ada potensi kerugian negara, baik Jasa Marga ataupun BUJT lainnya, 20 persen mobil kendaraan akan terjadi loss karena tidak mampu teknologi atau tidak andalnya teknologi ini," jelasnya. 

Lebih lanjut, Andre mempertanyakan minimnya kepercayaan pemerintah terhadap teknologi serupa MLFF, yakni let it flow yang dioperasikan oleh PT Jasamarga Tollroad Operator (JMTO) sejak lama. 

Dia menyayangkan sistem karya anak bangsa yang hanya bermodalkan stiker Rp20.000 untuk bisa transaksi tanpa tap kartu tol itu tidak dipergunakan, kendati memiliki 100 persen TKDN dan diproduksi oleh BUMN Karya. 

Diberitakan sebelumnya, perbedaan visi Roatex Indonesia dan induk usahanya, Roatex Zrt., bermula ketika keduanya merancang sistem ini, salah satu yang dijanjikan adalah sistem ini akan menjamin pendapatan BUJT 100 persen. 

Namun, dalam perjalanan, Roatex Hungaria ingin agar sistem ini diterapkan sesuai dengan yang telah mereka terapkan di Hungaria. Di Hungaria, operator jalan tol berada di bawah kontrol pemerintah dan dibayar oleh pemerintah.

Keinginan tersebut mendapat penolakan dari Roatex Indonesia. Mereka ingin sistem yang dibangun disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Sebab di Indonesia, operator jalan tol dikelola oleh swasta dan swasta memungut pengembalian modal dari pemungutan tarif tol yang mereka pungut. 

Lantaran ada perubahan pada direksi Roatex Indonesia, Musfihin akan menyerahkan permasalahan ini kepada pemerintah. Pasalnya, yang melakukan kontrak saat ini adalah direksi yang telah dipecat oleh Roatex Hungaria.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Denis Riantiza Meilanova
Terkini