Bisnis.com, JAKARTA— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal menaikan batas modal perusahaan reasuransi secara bertahap. Batasan modal akan naik menjadi Rp1 triliun pada 2026 dan bertahap Rp2 triliun pada 2028.
Saat ini batasan modal perusahaan reasuransi mencapai Rp200 miliar. Terkait hal tersebut PT Reasuransi Indonesia Utama atau Indonesia Re turut menyambut baik.
Direktur Utama Indonesia Re Benny Waworuntu mengatakan bahwa penguatan permodalan pada perusahaan reasuransi merupakan sesuatu yang penting. Terutama dalam memastikan perusahaan reasuransi tersebut bisa memberikan pertanggungan ulang kepada perusahaan asuransi.
“Karena tugas perusahaan reasuransi menjaga pertanggungan ulang. Dan dalam hal itu ada dua hal yang penting menurut kami. Pertama kekuatan keuangan atau kapasitas finansial yang salah satunya indikatornya adalah permodalan dan kedua adalah kapabilitas artinya kemampuan perusahaan tersebut dari sisi non finansial, dari sisi SDM, IT dan bisnis proses,” tutur Benny kepada Bisnis, Senin (5/6/2023).
Kendati demikian, Benny mengatakan meskipun sesuatu hal yang baik. Namun juga ada beberapa catatan terkait rencana tersebut. Menurutnya otoritas juga harus memperhatikan situasi yang ada saat ini di dunia pereasuransian Indonesia. Dengan demikian, niat baiknya tidak menjadi boomerang atau justru memperlemah perusahaan industri pereasuansian tersebut.
Benny menjelaskan bahwa harus ada tahapan-tahapan yang disesuaikan. Kemudian memberikan pemahaman yang cukup kepada pemegang saham.
“Mengenai industri perasuransian, ini kan sifatnya cpital intensive [Intensitas modal] artinya adalah engga cuma satu kali pemegang saham harus menyetorkan modal ketika memiliki perusahaan perasuransian. Ketika dia sudah mendapatkan untung, dia harus berfikir dia harus memperbesar bisnisnya atau enggak,” tutur Benny.
Menurutnya apabila pemegang saham berencana untuk memperbesar dengan growth dan sebagainya, maka permodalannya juga harus ditambah. Meskipun memang secara tata kelola harus diperhatikan.
Di sisi lain, menurutnya harus dilakukan pembatasan terhadap bisnis yang dapat dilakukan perusahaan tersebut. Seperti halnya produk asuransi yang dikaitkan dengan invetasi, ada persyaratannya.
“Mungkin juga diklasterisasi, seperti modal sekian sampai sekian cuma boleh jualan produknya apa saja, begitu juga dengan reasuransi bisa juga,” katanya.
Adapun perusahaan yang memiliki modal lebih besar maka bisa menjual produk yang lebih rumit, karena perlu permodalan yang lebih kuat. Menurut Benny, OJK juga memiliki rencana terkait dengan aturan tersebut.
“Intinya kami menyambut baik, ini salah satu cara untuk menguatkan industri. Namun memang ada catatan,” tutupnya.
Di sisi lain Presiden Direktur PT Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk. (MREI) atau Marein Yanto Jayadi Wibisono mengatakan bahwa pihaknya melihat bahwa rencana OJK untuk meningkatkan permodalan adalah untuk memperkuat industri dan mengantisipasi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah.
Namun demikian, lanjut Yanto, perlu dibahas bersama bagaimana tahapannya agar dapat diantisipasi para pelaku industri dengan baik.
“Kami melihat saat ini sedang terjadi diskusi antara pelaku industri melalui Asosiasi dengan pihak OJK,” kata dia dikutip dari keterbukaan informasi, Senin (5/6/2023).
Yanto pun mengatakan bahwa untuk perusahaan miliknya, posisi ekuitas saat ini sudah sesuai dengan draft RPOJK di sektor reasuransi sebesar Rp1 triliun, yang harus terpenuhi pada 2026. Sementara itu, terkait modal minimal Rp2 triliun yang harus terpenuhi pada 2028, manajemen akan menunggu kepastian pemberlakuan atas draft RPOJK tersebut.
“Namun demikian, seandainya draft RPOJK tersebut diresmikan menjadi POJK tentang permodalan, manajemen meyakini dapat memenuhi persyaratan modal Rp2 trilliun pada 2028 mendatang,” kata Yanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel