Bisnis.com, JAKARTA — Platform financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending PT Investree Radhika Jaya alias pinjaman online (pinjol) Investree mengungkapkan tiga langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan kredit macet yang banyak disuarakan nasabah di media sosial.
Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi menuturkan pihaknya memprioritaskan perlindungan dan kenyamanan kreditur individu. Untuk itu sejumlah langkah dilakukan untuk menyelesaikan utang debitur termasuk memperkuat komunikasi dan edukasi risiko melalui seluruh kanal resmi.
“Yang pertama, apakah bisa dilakukan restrukturisasi? Apabila masih ada kemampuan dan kemauan dari borrower [peminjam] untuk melakukan restrukturisasi,” kata Adrian dalam acara AFTECH X Investree Media Luncheon: Diskusi Industri Fintech Lending di Indonesia, Kamis (8/6/2023).
Langkah kedua yakni melalui upaya penyelesaian dengan menjual aset debitur. Meski demikian dia tidak menjelaskan aset yang dijangkau dari kebijakan ini karena tidak semua pinjaman memiliki pinjaman yang diikat dengan hak tanggungan ataupun cassie. Sedangkan ketiga, menempuh jalur hukum untuk mengakselerasi penyelesaian tersebut.
“[Kendalanya] rata-rata peminjam adalah PT, CV, atau badan hukum [sehingga objek hukum hanya pada aset badan], tentunya kami harus taat pada aturan perundangan-undangan yang berlaku dan taat kepada aturan POJK 10 yang berkaitan dengan aspek pembiayaan bermasalah, seperti hak tagih,” tandas dia.
Dia mengungkapkan saat ini terdapat lima profil borrower (peminjam) terbesar yang mengalami gagal bayar. Nilai total kredit mereka yang mengalami gagal bayar mencapai Rp5,55 miliar dengan rating pinjaman di level B sampai C-. Kredit jenis ini disebut Adrian memiliki imbal hasil yang lebih tinggi dengan payor (pembayar) dari kontrak perjanjian yang berasal dari perusahaan swasta ternama, BUMN, perusahaan multi nasional, hingga APBN.
Tanpa menyebutkan nama peminjam yang mengalami gagal bayar, Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi menuturkan bahwa jika melihat dari pengaduan lender (kreditur), profil peminjam yang mengalami gagal bayar 90 hari berasal dari sektor tekstil dan garmen hingga konstruksi.
“Ini adalah top 5 borrower yang mengalami gagal bayar atau gagal pinjaman 90 hari berdasarkan pengaduan dari lender, di antaranya dari sektor tekstil dan garmen, transportasi dan logistik, minyak dan gas, penyediaan komputer, dan sektor konstruksi,” katanya.
Adrian menyebut makro ekonomi dan kondisi di lapangan menyebabkan adanya risiko gagal bayar yang lebih besar di industri fintech P2P lending, termasuk Investree. Risiko gagal bayar tersebut menjadi tugas besar Investree, ujar dia, salah satunya dengan mengakselerasi dari penyelesaian pembiayaan bermasalah tersebut.
“Kalau memang ada yang dibilang belum dibayar 200 hari atau 300 hari, karena faktanya perusahaan tersebut sudah mengalami gagal bayar,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel