Simak! Tips Investasi jadi Lender P2P Lending, Agar Tak Gigit Jari

Bisnis.com,15 Jun 2023, 09:02 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
Ilustrasi P2P lending atau pinjaman online (pinjol)/Samsung.com

Bisnis.com, JAKARTA - Perlu persiapan mental yang matang bagi seorang pemberi pinjaman (lender) di platform teknologi finansial peer-to-peer lending (tekfin P2P lending), supaya hati dan pikiran tak lantas dibutakan dengan potensi keuntungan investasi jumbo semata.

Perencana Keuangan dari Finante.id Sayoga Risdya Prasetyo menjelaskan bahwa prinsip menjadi lender di platform P2P lending sebenarnya sama dengan berinvestasi secara umum, yaitu harus ada tujuan keuangan yang jelas dan sejalan dengan profil risiko diri sendiri.

"Kalau ditanya worth it apa tidak, kembali ke pilihan masing-masing, karena tidak ada investasi yang paling baik dan paling buruk. Lebih baik pastikan apa tujuan keuangan, dan apakah P2P lending sesuai dengan tujuan itu? Berinvestasi hanya atas dasar ikut-ikutan teman atau karena penasaran, tentu bukan strategi investasi yang bijak," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (15/6/2023).

Sayoga berpendapat P2P lending memang cocok menjadi wadah investasi alternatif untuk seseorang yang punya dana lebih untuk diputar. Namun, kurang cocok untuk orang dengan profil risiko konservatif. Lebih cocok untuk seorang yang siap menerima risiko moderat, sampai extreme risk taker.

Ada baiknya juga seorang lender telah terlebih dahulu memiliki kantong investasi prioritas di instrumen lain, misalnya di deposito bank, surat utang negara, atau reksadana dengan profil risiko rendah. Jangan menaruh seluruh bujet investasi di platform P2P lending.

Pasalnya, P2P lending bukan instrumen investasi likuid yang dana investasinya bisa dicairkan sesuka hati. Total bujet investasi pun baiknya dibagi ke banyak peminjam (borrower), sehingga kalau salah satunya gagal bayar, masih ada imbal hasil dari borrower lain yang tetap bisa memutar dana tersisa.

"Tipsnya, perhatikan bahwa setiap platform P2P lending pasti menyajikan informasi mengenai tingkat keberhasilan bayar 90 hari [TKB90] dari seluruh pendanaan yang terealisasi. Perhatikan dengan saksama, jangan sampai berinvestasi di platform dengan tingkat TKB90 rendah," tambah Sayoga.

Berikutnya, Sayoga menyarankan setiap lender memahami betul konsep, cara kerja, dan potensi risiko platform P2P lending yang ingin dimasuki. Sebab, saat ini setiap platform P2P lending memiliki ciri khas tersendiri secara konsep, dan segmen borrower seperti apa yang paling dikuasainya.

Contoh, ada platform yang jago menggaet borrower di sektor-sektor berisiko tinggi, ada yang mengkhususkan diri mengakomodasi borrower UMKM wanita, ada pula platform yang hanya mengakomodasi produk pinjaman invoice dalam hitungan bulan.

Terkini, mayoritas platform P2P lending yang terbuka bagi lender perorangan biasanya berjenis platform khusus borrower UMKM. Pendanaan akan mengalir untuk produk talangan modal kerja, invoice financing, supply chain financing, atau pinjaman dengan purchase order (PO) pelanggan sebagai underlying.

Kendati demikian, risiko bagi lender perorangan tetap ada. Misalnya, kalau UMKM itu memang sengaja nakal, invoice dari pelanggannya telat cair, sektor bisnis UMKM bersangkutan tengah lesu, atau karena ada gangguan eksternal yang membuat UMKM tak bisa merampungkan proyeknya.

"Maka dari itu, pilih platform P2P lending dengan informasi paling komplet mengenai borrower. Alangkah lebih baik kalau platform itu mampu menyajikan informasi highlight keuangan borrower terkait. Misalnya, bagaimana laba bersih UMKM itu, apakah defisit atau surplus? Rasio utang terhadap asetnya wajar atau berlebihan, dan lain-lain," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

  1. 1
  2. 2
Tampilkan semua
Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini