Obligasi Disebut Menjanjikan Ketimbang IPO, Leasing Harus Perhatikan Suku Bunga

Bisnis.com,19 Jun 2023, 16:45 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Karyawan beraktivitas di kantor Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Jakarta, beberapa waktu lalu. Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan leasing ramai-ramai menerbitkan obligasi atau surat utang untuk penambahan modal. Langkah tersebut disebut lebih menjanjikan  ketimbang pendanaan lewat perbankan maupun Initial Public Offering (IPO) atau penerbitan saham.

“Pendanaan lewat IPO atau penerbitan saham itu sekarang kurang menarik, karena IHSG [Indeks Harga Saham Gabungan ] terkoreksi 5 persen. Jadi artinya kurang menarik untuk masuk ke pasar modal atau penambahan jumlah efek di sana,” kata Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kepada Bisnis, Senin (19/6/2023). 

Bhima menambahkan penerbitan surat utang lebih rasional meskipun tantangan ke depan bunganya bisa lebih tinggi. Hal tersebut dilihat dari biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menggunakan uang dari sumber pinjaman hingga risiko penyerapan pembiayaan. 

Menurut Bhima, daripada menerbitkan saham yang harganya belum tentu menarik lebih baik menerbitkan surat utang. Terlebih saat ini perbankan likuiditasnya sedang gemuk. 

“Jadi itu banyak keuntungannya dan lebih ada fleksibilitas dibandingkan penerbitan efek ya,” imbuhnya. 

Artinya fleksibilitas, lanjut Bhima, apabila penerbitan efek harus ada semacam disclosure pemegang saham existing. Sementara itu kalau penerbitan obligasi jauh lebih simpel dan mudah. 

Menurutnya tren penerbitan obligasi juga meningkat lantaran bank perlu membuang kelebihan pendanaan dengan penawaran bunga yang cukup menarik. 

“Jadi bank butuh multifinance juga butuh daripada dananya hanya diparkir di simpanan atau  biro wajib minimum,” tuturnya. 

Di sisi lain, menurut Bhima, perusahaan multifinance kebutuhannya semakin besar. Pasalnya setelah pandemi, bisnis mulai bergerak lagi untuk sektor penyaluran kredit di berbagai bidang usaha baik kredit multiguna hingga kredit kendaraan bermotor. Trennya mengalami pemulihan sehingga multifinance membutuhkan permodalan yang jauh lebih besar lagi. 

Kendati demikian, Bhima mewanti-wanti terkait peningkatan suku bunga. Menurutnya dengan kenaikan tersebut membuat multifinance mau tidak mau akan menaikan bunga pinjaman ke debitur. 

Namun menurutnya tidak semua debitur khususnya menengah ke bawah dapat menanggung kenaikan suku bunga itu. Hal tesebut akan berpengaruh terhadap kinerja penyaluran pembiayaan. 

“Itu yang harus diperhatikan oleh lembaga leasing multifinance,” tutupnya. 

Diberitakan sebelumnya, PT BRI Multifinance Indonesia atau BRI Finance mencari sumber pendanaan baru dengan penerbitan Obligasi II BRI Finance Tahun 2023. Anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia(Persero) Tbk. (BBRI) ini berharap dapat menghimpun dana sebanyak-banyaknya Rp500 miliar. 

Adapun imbal hasil yang ditawarkan BRI Finance cukup atraktif hingga 7 persen. PT Mandiri Tunas Finance (MTF) juga merilis Obligasi Berkelanjutan VI Mandiri Tunas Finance Tahap I Tahun 2023 dengan penawaran Rp1 triliun. Obligasi ini terdiri dari dua seri, Seri A dan Seri B. Perinciannya Seri A dengan tenor tiga tahun dengan menawarkan kisaran kupon atau tingkat bunga sebesar 5,8– 6,6 persen dan seri B dengan tenor lima tahun dengan menawarkan kisaran kupon atau tingkat bunga sebesar 6,10– 6,95 persen. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini