Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyebut penurunan investasi asuransi jiwa ke instrumen Efek Beragun Aset (EBA) salah satunya dipengaruhi oleh suku bunga yang berfluktuasi.
Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menuturkan menyampaikan bahwa risiko penempatan investasi merupakan salah satu faktor utama yang menjadi pertimbangan perusahaan, termasuk pada EBA.
AAJI menyebut ada sejumlah risiko yang mungkin terjadi pada investasi EBA. Imbasnya, banyak perusahaan yang mempertimbangkan untuk menempatkan pendanaannya ke dalam EBA.
“Salah satu risiko yang mungkin terjadi adalah EBA mudah terfluktuasi tergantung tingkat suku bunga, jika suku bunga mengalami kenaikan maka harga EBA akan turun,” kata Togar kepada Bisnis, Selasa (20/6/2023).
Pasalnya, kata Togar, instrumen EBA merupakan sekuritas investasi dengan jaminan berupa kumpulan aset yang terdiri dari berbagai jenis surat berharga (efek). Biasanya, terdiri dari dokumen-dokumen yang bernilai komersial atau tagihan. Termasuk kredit pemilikan rumah (KPR) yang sensitif terhadap suku bunga.
Efek Beragun Aset sendiri merupakan salah satu aset yang diperkenankan dalam bentuk investasi sesuai persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 7 Tahun 2016 dengan perubahan kedua pada POJK nomor 5 tahun 2023 dengan pembatasan untuk setiap Manajer Investasi paling tinggi 10 persen dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 20 persen dari total investasi.
Selain suku bunga yang berfluktuasi, Togar menambahkan bahwa juga terdapat risiko jika debitur mengalami gagal bayar dan risiko kredit yang akan berdampak pada penurunan tingkat solvabilitas (risk-based capital) RBC perusahaan asuransi.
“Kurangnya sosialisasi yang diberikan kepada investor juga menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan perusahaan asuransi jiwa,” ungkapnya.
Berdasarkan data AAJI, perusahaan yang menempatkan EBA pada kuartal I/2022 hanya 7 perusahaan dari 52 total perusahan asuransi konvensional anggota AAJI.
Pada 2022, hanya 13 persen perusahaan asuransi jiwa konvensional di bawah naungan AAJI yang menempatkan dananya di instrumen EBA. Jumlah perusahaan asuransi jiwa yang menempatkan dana di EBA kembali berkurang pada kuartal I/2023 menjadi 4 perusahaan.
“Jika dibandingkan dengan total aset investasi, penempatan pada EBA ini hanya mencapai 0,04 persen,” tuturnya.
Merujuk data statistik OJK, perusahaan asuransi jiwa konvensional mencatatkan penurunan investasi pada instrumen EBA menjadi Rp204,3 miliar pada April 2023. Posisi itu merosot 30,30 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama 2022 mampu mencapai Rp293,1 miliar.
Kepala Departemen Pengawasan Asuransi dan Jasa Penunjang IKNB OJK Dewi Astuti mengatakan bahwa saat ini belum banyak perusahaan asuransi jiwa yang menempatkan investasinya pada instrumen EBA. Penyebab pertama adalah rendahnya penempatan investasi ke EBA adalah karena dari sisi profil produknya yang masih didominasi oleh produk Produk Asuransi Yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) alias unit-linked.
“Investasi EBA [Efek Beragun Aset] belum menjadi pilihan utama dari pemegang polis, karena pemegang polis masih lebih memilih investasi saham dan obligasi,” ungkapnya.
Kedua, dari sisi penerbit EBA. Dewi menilai bahwa penerbit EBA perlu melakukan sosialisasi yang lebih intens untuk memperkenalkan produk EBA, terutama yield (imbal hasil) yang akan diperoleh, kemudahan pencairan investasi sewaktu-waktu, maupun dari sisi keamanannya.
Kendati demikian, Dewi menjelaskan bahwa penurunan investasi pada instrumen EBA tidak disebabkan karena hal-hal khusus, baik dari sisi instrumen EBA maupun dari sisi makro ekonomi.
“Penurunan investasi pada instrumen EBA melainkan lebih disebabkan oleh strategi investasi masing-masing perusahaan,” tandas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel