Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat permintaan kredit korporasi perbankan masih lesu pada Mei 2023. Sejumlah sektor seperti perdagangan dan informasi dan komunikasi (infokom) bahkan mengalami penurunan.
Berdasarkan Survei Penawaran dan Permintaan Pembiayaan Perbankan yang dirilis oleh BI, kebutuhan pembiayaan korporasi pada Mei 2023 terindikasi tetap tumbuh positif meski tidak setinggi bulan sebelumnya. Hal tersebut tecermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) pembiayaan korporasi sebesar 12,5 persen lebih rendah dari SBT 19,8 persen pada April 2023.
Masih lesunya kredit korporasi ini dikarenakan terjadi perlambatan yang dialami terutama pada sektor pertambangan. Kemudian, penurunan terjadi pada sektor perdagangan dan sektor infokom.
"Perlambatan yang terjadi merupakan dampak penurunan kegiatan operasional karena lemahnya permintaan domestik dan ekspor, serta penundaan sejumlah rencana investasi," kata Direktur Eksekutif Informasi Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam Survei Penawaran dan Permintaan Pembiayaan Perbankan pada Selasa (20/6/2023).
BI juga memperkirakan kebutuhan pembiayaan korporasi tiga bulan yang akan datang atau hingga Agustus 2023 akan tetap tinggi meski tidak setinggi pertumbuhan pada periode sebelumnya. Hal ini terindikasi dari SBT kredit korporasi yang mencapai 23,2 persen pada Agustus 2023, lebih rendah dibandingkan dengan SBT 29 persen pada bulan sebelumnya.
Pada saat itu, perlambatan terutama terjadi pada sektor konstruksi, sektor pertambangan, dan sektor pertanian sebagai dampak permintaan dari mitra dagang yang masih lemah. Kemudian, terdapat pesimisme akan peningkatan permintaan masyarakat.
Meski begitu, sejumlah bank tetap optimistis kredit korporasi moncer tahun ini. PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) atau BSI misalnya sedang menggenjot pembiayaan untuk segmen korporasi secara syariah di Indonesia tahun ini.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan tahun ini BSI juga berupaya meningkatkan porsi pembiayaan korporasinya. Saat ini, nasabah wholesale termasuk korporasi masih kalah dibandingkan nasabah ritel dengan perbandingan porsi masing-masing 30 persen nasabah wholesale dan 70 persen nasabah ritel.
Dalam setahun atau dua tahun ke depan, BSI menargetkan perbandingan porsi masing-masing 35 persen nasabah wholesale dan 65 persen nasabah ritel. Sementara, sektor nasabah wholesale yang disasar oleh BSI yakni health care, telekomunikasi, serta infrastuktur.
Executive Vice President (EVP) Corporate Communication & Social Responsibility PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Hera F. Haryn juga mengatakan BCA melihat permintaan kredit korporasi tetap kuat tahun ini, terutama permintaan kredit modal kerja.
"Kami akan terus mencari peluang untuk meningkatkan portofolio kredit, serta mendukung pemulihan ekonomi di berbagai sektor. Selain itu, kami juga akan senantiasa mengamati dinamika yang terjadi di pasar," katanya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan permintaan kredit korporasi masih akan tumbuh pesat tahun ini terdorong oleh pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. "Aktivitas dunia usaha secara bertahap mulai pulih dan bangkit. Hal ini kemudian akan mendorong kenaikan kebutuhan pembiayaan bank baik untuk modal kerja maupun investasi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel