Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini pada Kamis (22/6/2023). BI dinilai perlu kembali mempertahankan suku bunga acuan pada tingkat 5,75 persen pada bulan ini.
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menyampaikan hal ini mempertimbangkan tiga faktor. Pertama, laju inflasi yang terkendali. Per Mei 2023, tingkat inflasi turun ke kisaran atas target BI, yaitu mencapai 4 persen secara tahunan, serta inflasi inti yang masih terkendali.
“Tingkat inflasi tahunan pada Mei turun menjadi 4 persen, mencapai kisaran atas dari target BI lebih cepat dari yang diharapkan. Tingkat inflasi turun tipis dari 4,33 persen sebulan sebelumnya,” katanya, Rabu (21/6/2023).
Riefky menilai rendahnya tingkat inflasi tersebut tidak terlepas dari respons kebijakan moneter BI yang cepat dengan menaikkan suku bunga kebijakan secara bertahap sebesar 225 basis poin secara total sejak Agustus 2022.
Kebijakan ini juga diperkuat dengan koordinasi yang kuat antara BI dan pemerintah dalam bentuk Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melalui Program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) untuk mengendalikan inflasi pangan di berbagai daerah.
Faktor kedua, yaitu neraca perdagangan masih membukukan surplus di tengah penurunan harga komoditas yang didorong oleh penurunan permintaan global. Kondisi ini mencerminkan perbaikan ekonomi domestik yang terus berlanjut di tengah risiko perlambatan global. Pada Mei 2023, Indonesia masih mencatatkan surplus sebesar US$440 juta meski merupakan capaian terendah sejak April 2020.
Ketiga, secara eksternal, penghentian sementara kenaikan suku bunga kebijakan oleh the Fed saat ini dinilai membawa angin segar bagi Indonesia untuk menikmati arus modal portofolio masuk sehingga menguatkan rupiah pada kisaran Rp14.800-14.900 per dolar AS. Meskipun demikian, Fed dinilai masih memiliki ruang untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut jika inflasi tidak melambat.
Di sisi lain, menurutnya, penghentian sementara suku bunga yang diambil oleh the Fed menghentikan penyempitan perbedaan imbal hasil antara suku bunga kebijakan AS dan negara berkembang, yang akibatnya membuat aset negara di emerging markets relatif lebih menarik bagi investor.
Kondisi ini memberikan keuntungan bagi negara-negara berkembang karena investor mengalihkan asetnya ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia yang juga memiliki kondisi perekonomian domestik yang kuat.
“Dengan perkembangan terakhir, kami melihat BI harus mempertahankan suku bunga kebijakan pada 5,75 persen bulan ini untuk menjaga stabilitas harga dan nilai tukar sambil melanjutkan langkah-langkah akomodatif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel