Bisnis.com, BANDUNG— Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menanggapi soal Asuransi Kecelakaan Diri Pengemudi (AKDP) alias asuransi Surat Izin Mengemudi (SIM) saat pemegang SIM akan membuat maupun memperpanjang SIM.
Pasalnya tak sedikit warganet yang mengaku secara spontan diminta untuk membayar asuransi SIM milik PT Asuransi Bhakti Bhayangkara itu tanpa diberikan penjelasan atas manfaat dari asuransi tersebut.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Bern Dwiyanto menyebut perusahaan asuransi anggota AAUI ini mengkonsep produk dan pemasaran dengan membundling produk asuransi kecelakaan pada saat ada proses pembuatan SIM.
Menurutnya apabila masyarakat melihat ada kebutuhan proteksi itu, dia pun menyarankan untuk memiliki produk tersebut. Namun dia menegaskan bahwa asuransi tersebut tidak wajib.
“Asuransi kecelakaan merupakan salah satu produk asuransi yang memberikan proteksi kepada tertanggung dengan sejumlah dana ketika tertanggung menjalankan kendaraan di jalan umum dan mengalami kecelakaan hingga terluka dan membutuhkan perawatan di rumah sakit,” jelas Bern kepada Bisnis, Selasa (27/6/2023).
Untuk itu, masyarakat harus memahami manfaat yang dibeli agar tidak merasa terbebani. Konsep mengetahui sesuai dengan moto di asuransi, Kenali-Pahami-Miliki.
Oleh karena itu, lanjut Bern, bagi setiap orang yang sering kali melakukan perjalanan diharapkan sudah terproteksi dengan asuransi kecelakaan. Menurutnya asuransi kecelekaan memberikan kegunaan bagi masyarakat pada saat dibutuhkan.
“Premi asuransi kecelakaan sangat rendah jika dibandingkan dengan risiko kecelakaan yang dihadapi,” imbuhnya.
Di sisi lain, Pengamat Asuransi Dedi Kristianto mengatakan hal yang sama. Bahwa sebenarnya tidak ada aturan yang mewajibkan masyarakat untuk ikut serta asuransi kecelekaan saat akan membuat SIM.
“Dengan demikian maka asuransi kecelakaan diri tersebut bukanlah suatu prasyarat agar SIM itu dapat dibuat atau dikeluarkan oleh pihak kepolisian,” ungkap Dedi.
Dia menjelaskan bahwa asuransi diri yang ada dalam proses pembuatan SIM bersifat pilihan (opsional) dan bukan paksaan. Namun, lanjut dia, saat ini masyarakat tidak memiliki opsi untuk menolak karena terkesan hal tersebut sudah menjadi satu dan wajib untuk diambil ketika membuat SIM.
“Di sisi yang lain, masyarakat tidak mau direpotkan dan ingin SIM-nya segera selesai sehingga tidak mempermasalahkannya,” tambahnya.
Kendati demikian, Dedi menilai bahwa yang terjadi selama ini memang menjadi hal yang harus diperbaiki, baik dari sisi kepolisian maupun institusi lain yang terkait dengan pembuatan SIM.
Oleh karena itu, Dedi mengimbau agar masyarakat memahami bahwa asuransi kecelakaan diri yang ada pada saat pembuatan SIM bukanlah bersifat wajib, melainkan optional atau sukarela saja. Dengan demikian, biaya premi tidak bisa langsung ditambahkan pada administrasi pembuatan SIM.
Selain itu, imbuh Dedi, pada saat pembuatan SIM, masyarakat harus mendapatkan penjelasan terkait tujuan asuransi kecelakaan diri tersebut sehingga ketika risiko terjadi, maka masyarakat tidak dirugikan pada saat proses klaim asuransi tersebut.
“Masyarakat juga harus cerdas untuk mempertanyakan kepada pihak kepolisian dan insitusi terkait ketika ada pemaksaan untuk ikut serta atas asuransi kecelakaan diri tersebut,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel