Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BBRI mempunyai porsi dana murah (current account savings account/CASA) di bawah bank jumbo lainnya seperti PT Bank Centra Asia Tbk. (BBCA) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI).
Bank pun menyiapkan strategi guna menggenjot porsi dana murahnya yang kalah besar itu.
Berdasarkan laporan keuangan, BRI telah meraup dana murah Rp810,1 triliun pada kuartal I/2023, naik 13,01 persen secara tahunan (year on year/yoy). Porsi dana murah terhadap dana pihak ketiga (DPK) emiten bank berkode BBRI ini mencapai 64,52 persen, naik 92 basis poin (bps) dibandingkan porsi periode yang sama tahun sebelumnya 63,6 persen.
Namun, porsi dana murah di BRI kalah besar dibandingkan bank jumbo atau bank dengan modal inti Rp70 triliun lainnya. Bank Mandiri misalnya mempunyai porsi dana murah terhadap DPK 74,16 persen pada kuartal I/2023.
Kemudian, BCA mempunyai porsi dana murah terhadap DPK yang besar yakni 81,18 persen per Maret 2023. Porsi dana murah di BRI juga kalah besar dibandingkan PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) yang mencapai 68,91 persen.
Direktur Konsumer BRI Handayani mengatakan sejauh ini bank selalu melakukan maintain pendanaan. "Jadi tidak mau berlebihan," katanya dalam Emiten Talk yang digelar Stockbit Sekuritas pada Rabu (5/7/2023).
Meski begitu, tahun ini bank berupaya untuk mempercepat raupan dana murahnya. Bank pun menyiapkan sejumlah strategi guna memperbesar porsi dana murah mereka terhadap DPK.
"Cara kita menumbuhkan CASA mulai dari basis transaksi kita tingkatkan. Kita juga memastikan penguasaan value chain dari mulai mikro hingga korporasi di ekosistem BRI," ujar Handayani.
Direktur Bisnis Mikro BRI Supari juga mengatakan di segmen nasabah mikro, perseroan membangun konsep rural saving. "Kita mau naik ke sebuah ekosistem yang memenuhi kebutuhan hidup. Mereka kemudian belanjakan lebih banyak dari keuntungan mereka di BRI," tutur Supari.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan mengatakan CASA atau dana murah ini merupakan jenis DPK dengan bunga yang sangat rendah mendekati nol persen.
Makin besar CASA maka makin kecil biaya dana (cost of fund) bank. Dengan demikian bank bisa menyalurkan kredit dengan bunga yang rendah tetapi tetap mendapatkan spread atau keuntungan yang cukup tinggi.
Jika bank ingin kompetitif dalam menyalurkan kredit, bank tersebut harus mampu merebut dana masyarakat dengan cost of fund yang rendah atau bisa mendapatkan CASA yang besar.
“Untuk mendorong lebih banyak dana murah masuk ke bank sangat tidak mudah. Ini hanya bisa dilakukan oleh bank-bank tertentu saja,” kata Piter kepada Bisnis.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin juga mengatakan porsi dana murah ini bisa menjadi senjata ampuh bagi bank untuk mengatasi dampak tren suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang tinggi.
Sejak kenaikan suku bunga acuan BI pada pertengahan tahun lalu hingga awal tahun ini sebesar 225 bps, bank-bank pun bersaing meraup dana murah.
"Bank memperbanyak dana murah agar tidak keluar biaya dana yang besar. Strategi untuk memperbanyak dana murah bisa macam-macam, seperti dengan berbagai penawaran promo menarik atau program bundling," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel