Kasus Pinjol Tanifund hingga iGrow, Pengaruhi Penghimpunan Dana dari Masyarakat?

Bisnis.com,16 Jul 2023, 14:53 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Ilustrasi P2P Lending. /Freepik.com

Bisnis.com, JAKARTA — Industri fintech peer to peer (P2P) lending tengah diwarnai dengan sejumlah kasus gagal bayar. Beberapa perusahaan yang bermasalah di antaranya PT iGrow Resources Indonesia (iGrow), TrustIQ, Pintek, hingga PT Tani Fund Madani Indonesia (TaniFund). Apakah hal tersebut akan mempengaruhi pendanaan dari para pemberi pinjaman (lender)? 

Steering Committee Indonesia Fintech Society (IFSoc) Eddi Danusaputro mengatakan terkait pendanaan tidak bisa hanya melihat satu-dua kasus. Namun harus dilihat ekosistemnya secara keseluruhan. 

“Jangan dilihat satu-satu per perusahaan, apakah NPL [Non Performing Loan] sehat, penyaluran pembiayaannya tumbuh, jumlah borrowernya meningkat, kalau itu tumbuh itu masih sehat,” kata Eddi usai acara Peluncuran Eksklusif Riset AFPI dan EY Parthenon ‘Studi Pasar dan Advokasi UMKM di Indonesia’ di Jakarta Pusat, akhir pekan lalu (14/7/2023). 

Eddi yang juga menjabat sebagai Chief Executive officer (CEO) BNI Ventures ini mengatakan setiap lender memiliki pertimbangan sendiri terkait sektor pendanaan mana yang dinilainya menarik. Mereka akan melihat pertumbuhan penyaluran pembiayaannya. Ada yang melirik sektor kredit konsumtif, adapula yang lebih memilih sektor pembiayaan produktif. Selain itu secara geografis, ada juga yang berfokus di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa. 

“Kami senang melihat 102 P2P Lending yang ada bermain di multisektor, agrikultura, dan banyak lagi. Selain itu kan Akseleran [mau] IPO, mungkin ini [jadi pencapaian] pertama kali,” katanya. 

Menurut Eddi, selama ini fintech lending sebagian besar hanya mencari sumber pendanaan dari lender, namun sekarang juga mengarah untuk mencari pendaan. Seperti halnya Akseleran yang akan melakukan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) pada Juli 2023.

Akseleran menawarkan saham IPO pada kisaran Rp100-Rp120 per saham selama periode penawaran awal (bookbuilding). Menurut OJK, terdapat satu perusahaan lainnya yang segera menyusul.

Saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tersisa 102 perusahaan penyelenggara fintech P2P lending yang berizin dan diawasi regulator. Regulator juga tengah meningkatkan penguatan industri P2P Lending dengan batas modal Rp2,5 miliar. 

Diketahui, batas permodalan atau ekuitas fintech tersebyt telah diatur dalam ketentuan Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022.  Aturan ini menyebutkan penyelenggara fintech harus memenuhi modal atau ekuitas secara bertahap. 

Tahap pertama dimulai pada 4 Juli 2023 dengan minimal permodalan senilai Rp 2,5 miliar. Setelah itu, pada 4 Juli 2024 fintech harus memiliki modal minimum Rp 7,5 miliar dan berlanjut hingga Rp 12,5 miliar pada 4 Juli 2025 mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini