Bisnis.com, JAKARTA— Industri pinjaman online (pinjol) atau financial technology (fintech) lending masih diminati oleh pemberi pinjaman atau lender, meski banyak masalah yang terjadi di lapangan.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total outstanding pinjaman untuk kategori pemberi pinjaman (lender) mencapai Rp51,1 triliun per Mei 2023.
Angka tersebut naik 28,23 persen dari periode yang sama tahun lalu hanya sebesar Rp39,84 triliun. Adapun, jumlah pemberi pinjaman naik dari 147.470 entitas menjadi 149.237 entitas.
Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa minat yang masih tinggi di industri tersebut, salah satu faktor krusialnya lantaran lender makin selektif dan terfokus melakukan invetasi di pinjol atau fintech yang memiliki pengelolan yang baik.
“Kedua, lender institusi masih melihat bahwa fintech masih memberikan imbal hasil yang cukup tinggi,” kata Bhima kepada Bisnis, Senin (17/7/2023).
Dia menuturkan bahwa ada teori yang dinamakan bad apple atau 'apel yang busuk', persentasenya itu 5 persen. Jadi, dari statistik sebesar 100 persen pinjaman, ada 5 persen pinjaman yang dikategorikan sebagai 'apel yang busuk' alias pinjaman bermasalah.
Menurut Bhima, apabila 5 persen ini kemudian menjadi kredit macet dan uang lender tidak kembali, maka hal tersebut sebenarnya tidak masalah. Pasalnya, kata dia, sebagian besar yang lainnya patuh terhadap pembayaran dari cicilan.
Apalagi, dia menilai pengembalian keutungan atau return di fintech masih cukup tinggi.
“Apalagi bunganya paling enggak minimum bisa 0,1 persen per hari di kali saja 360 hari. Belum termasuk denda keterlambatan, biaya operasional, itu menjadi keuntungan fee yang sangat besar terutama lender intitusi,” jelas Bhima.
Kendati demikian, dia juga tidak memungkiri ada juga lender yang trauma lantaran kasus gagal bayar yang menimpa beberapa fintech. Di sisi lain, katanya, masih ada juga yang percaya terhadap industri fintech.
Ketiga, Bhima mengatakan bahwa kesenjangan finansial di Indonesia masih sangat lebar. Selain itu, populasi masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan atau unbankable, yang menjadi sasaran fintech, juga masih besar
"al tersebut menjadikan bisnis fintech masih menarik. Pemulihan ekonomi juga masih di bawah proyeksi, sehingga bagaimana pun juga masih banyak masyarakat terutama kalangan bawah yang membutuhkan pinjaman online dengan proses yang cepat," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel