Produksi Minyak Kayu Putih Jadi Sumber Ekonomi Baru Masyarakat Sijunjung

Bisnis.com,24 Jul 2023, 18:27 WIB
Penulis: Muhammad Noli Hendra
Proses produksi minyak kayu putih di Tanjung Bonai Aur, Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat, Senin (25/7/2023). /Istimewa

Bisnis.com, SIJUNJUNG - Masyarakat di Tanjung Bonai Aur, Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat, tengah membangun sumber ekonomi baru yakni produksi minyak kayu putih.

Ketua Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) TBA, Adam, menjelaskan saat ini masyarakat di Tanjung Bonai Aur tengah berupaya untuk menghasilkan minyak kayu putih yang berkualitas, sehingga ditargetkan dapat menembus pangsa pasar yang lebih luas.

"Kita sudah memproduksi sejak beberapa tahun ini, tapi ada kendala dari segi kualitas. Nah, sekarang kita sedang melakukan perbaikan kualitas itu, melalui pelatihan bersama KKI Warsi," katanya, Senin (24/7/2023).

Dia menjelaskan dari hasil yang diperoleh saat ini memang tidak menjadi target awal dari masyarakat, sebab awal mula adanya tanaman kayu putih (minyak atsiri) itu, sebagai upaya memulihkan lahan tidak produktif yang berada di kawasan hutan desa.

Namun melihat potensi yang ada itu, masyarakat sepakat untuk memanennya dan memproduksi minyak kayu putih, dan bahkan telah sampai dengan memperkenalkannya ke pemerintah kabupaten Sijunjung.

"Kegiatan penanaman kayu putih ini sebenarnya telah kita mulai tahun 2019 - 2020. Ketika itu LPHN TBA memperoleh Hak Pengelolaan Hutan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui SK Nomor SK.2708/MenLHK-PSKL/PKPS/PSL 0/4/2018 seluas 366 hektare," jelasnya.

Dikatakannya pada tahun 2019- 2020 itu, melalui kerja sama dengan Inhutani IV melakukan penanaman bibit unggulan kayu putih. Harapannya ini dapat menjadi alternatif ekonomi bagi masyarakat. 

Menurutnya tanaman kayu putih dipilih karena kemampuannya bisa tumbuh di lahan yang produktivitasnya menurun dan kritis sekalipun. Selain itu, tanaman kayu putih juga merupakan tanaman kayu-kayuan yang akan membuat tutupan hutan menjadi rapat. Penanaman kayu putih ini merupakan satu-satunya di Kabupaten Sijunjung. 

“Total 336 Ha areal perhutanan sosial di Tanjung Bonai Aur, setelah dilakukan pemetaan ternyata didapati lahan tidak produktif yang berisi karet tua, karena harga karet yang rendah dan produktivitas yang menurun. Lahan tersebut kini ditanam kayu putih,” kata Adam.

Kemudian 28.000 batang dengan luas lahan 8 Ha kayu putih dikelola secara swadaya oleh masyarakat. Pada tahun 2021, masyarakat kemudian mendapat dukungan mesin penyulingan kayu putih melalui dana DAK Ekonomi Produktif. 

Masyarakat juga mendapatkan pelatihan penggunaan mesin juga dilakukan oleh UPTD KPHL dan UPTD Minyak Atsiri untuk operator yang ditunjuk oleh Kelompok. Hingga didapatkan sampel minyak kayu putih. Sampel kemudian diuji di laboratorium UPTD Atsiri Sumatera Barat.

Hasil uji menunjukan kandungan minyak kayu putih nagari TBA masuk dalam Kategori Super dengan kandungan sineol di atas 70 persen. Artinya, keberadaan kayu putih ini mendukung perekonomian masyarakat. Sementara itu, melalui Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Bukik Godang juga turut memanen 100 kg daun kayu putih. Dari 100 kg daunnya itu, mampu menghasilkan 1 kg minyak. 

"Dari sulingan minyak ini, masyarakat pengelola mendapatkan tambahan penghasilan sebesar Rp400 ribu per bulannya," ucap dia. 

Diakuinya bahwa angka tersebut bukanlah capaian maksimalnya, karena ada kendala yang dihadapi masyarakat seperti soal SDM dalam memproduksi minyak kayu putih tersebut, yang belum mumpuni untuk menghasilkan minyak sesuai standar mutu produk minyak atsiri. 

“Kurangnya kapasitas dan pengetahuan dalam budi daya kayu putih serta penyulingan minyak atsiri. Hal ini berpengaruh pada kualitas produk," ungkapnya.

Mengingat, dalam pengelolaan tidak hanya proses penyulingan yang utama namun proses penyimpanan pasca penyulingan juga butuh perhatian penting. 

"Kapasitas dalam budaya kayu putih belum mahir, sehingga untuk menambah bibit dari pohon yang ada belum dapat dilakukan,” katanya.

Kendala yang dihadapi lainnya oleh masyarakat adalah pasar untuk memasarkan dari minyak kayu putih. Karena selama ini produk baru dipasarkan melalui kegiatan atau pameran yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten. 

Bicara soal produksi ini, pihak KUPS Bukik Godang, Irma, menambahkan produk minyak kayu putih yang dihasilkan masyarakat Tanjung Bonai Aur tersebut belum maksimal. Dia mamparkan ada beberapa catatan dari konsumen yang harus dievaluasi seperti aroma dan warna yang dihasilkan dianggap masih perlu perbaikan untuk peningkatan kualitas produk. 

"Nah setelah dikenalkan ke masyarakat, di sana kita baru tahu ternyata kualitas minyak kayu putih kita ini perlu diperbaiki lagi, seperti soal aroma dan warna minyaknya, dan itu kita dapatkan dari saran masyarakat juga," ujarnya.

Selain itu, kendala lainnya yang dihadapi adalah minimnya akses jalan menuju ladang kayu putih.Berjarak 6 Km dari pemukiman dengan kondisi jalan tanah setapak, dinilai menghambat keefektifan waktu menuju ladang, yang biasa ditempuh 45 menit menggunakan sepeda motor. 

"Jika pasca hujan mengharuskan jalan kaki dengan memakan waktu satu sampai satu setengah jam," sebut dia. 

Belum adanya sarana transportasi yang mendukung, juga menjadi kendala. Karena selama ini, petani mengandalkan motor untuk mengangkut kayu putih dari ladang menuju rumah produksi. 

"Ini tentu berdampak pada bergugurannya daun kayu putih yang dibawa mengingat akses jalan tertutup pepohonan dan semak belukar," katanya. 

Menyadari hambatan-hambatan itu, masyarakat Tanjung Bonai Aur tidak lantas berhenti. Saat ini masyarakat tengah belajar untuk meningkatkan kualitas produk dan ladang kayu putih. 

KKI Warsi yang mendampingi masyarakat di Tanjung Bonai Aur mengadakan pelatihan untuk peningkatan kapasitas masyarakat melalui penguatan kelembagaan. 

Wakil Direktur KKI Warsi Rainal Daus mengatakan pelatihan yang diberikan oleh KKI Wars itu, untuk mengajak masyarakat melihat akar permasalahan, mengatasi tantangan pengelolaan tanaman kayu putih berbasis data dan rasionalitas dalam merumuskan strategi pemecahan masalah. 

“Salah satu program di Warsi adalah Strengthening the Root atau penguatan akar rumput satu agenda yang kita cita-citakan bersama, yang mana luarannya kelompok masyarakat ini dapat mengajukan proposal pendanaan sendiri kepada berbagai pihak,” kata dia. 

Menurutnya akar rumput yang dimaksud ada orang-orang yang berada paling dekat dengan sumber daya alam. Saat ini, ada 11 kelompok yang dilatih KKI Warsi untuk menggalang sumber-sumber pendanaan lokal. Dari 11 yang telah dilatih, LPHN TBA dan KUPS Bukik Godang yang pertama melakukan ekspos proposal atau peninjauan proposal secara bersama-sama melibatkan kelompok dan pemerintahan nagari. 

Diharapkan melalui pelatihan ini, kelompok pengelola  terbiasa menyusun proposal dengan data yang akurat guna mendukung usaha perhutanan sosial yang sedang dilakukan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ajijah
Terkini