Bisnis.com, JAKARTA – Federal Reserve (The Fed) kembali mengerek suku bunga acuan (Fed Funds Rate/FFR) sebesar 25 basis poin menjadi 5,25-5,5 persen.
The Fed menyatakan langkah-langkah dari pengetatan kebijakannya belum dapat dirasakan. Dampak dari pengetatan baru terlihat pada sektor-sektor ekonomi yang paling sensitif terhadap suku bunga, khususnya perumahan dan investasi.
Ke depan, the Fed akan terus mengambil keputusan yang didasarkan pada data dan perkembangan dari dampak kebijakan ke aktivitas ekonomi dan laju inflasi.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan bahwa pernyataan The Fed tersebut mengindikasikan kemungkinan kenaikan FFR sebesar 25 basis poin pada September 2023.
Faisal mengatakan, meski masih ada risiko investor mencari aset yang lebih aman, tapi ketidakpastian terkait puncak FFR telah berkurang.
“Ekspektasi pasar bahkan mengarah pada pemangkasan FFR ke kisaran 5,00-5,25 persen pada pertemuan FOMC September dan mempertahankannya pada level tersebut hingga akhir 2023,” katanya, Kamis (27/7/2023).
Sementara itu, Faisal menilai dampak dari kenaikan suku bunga terhadap nilai tukar rupiah dan pasar obligasi domestik relatif tidak signifikan. Volatilitas pasar keuangan domestik juga diperkirakan akan relatif terkendali dalam waktu dekat.
Dari sisi domestik, laju inflasi Indonesia telah menurun dan saat ini berada dalam kisaran yang ditargetkan Bank Indonesia (BI) antara 2-4 persen. Faisal memperkirakan, laju inflasi akan terus mereda dan tetap berada dalam kisaran target sepanjang 2023.
“Perkiraan kami menunjukkan tingkat inflasi akan berada di sekitar 3 persen pada akhir 2023, namun kita perlu mengantisipasi risiko yang ditimbulkan oleh El Nino terhadap inflasi bahan makanan,” jelasnya.
Selain itu, imbuhnya, dampak dari transmisi FFR di Indonesia semakin terlihat melalui imbal hasil obligasi pemerintah. Selama imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun berada di kisaran 6 persen, BI dinilai belum perlu menaikkan tingkat suku bunga acuan.
“Kemudian, jika tingkat inflasi tetap terkelola dengan baik dalam kisaran target selama semester II/2023, maka ruang untuk kenaikan suku bunga akan terbatas,” kata Faisal.
Dia menambahkan, dengan perkembangan tersebut, BI akan terus mempertahankan tingkat suku bunga acuan pada level 5,75 persen hingga akhir 2023.
Nilai tukar rupiah juga diperkirakan akan berada di kisaran Rp14.800-Rp14.900 per dolar AS, serta imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun yang akan berada di kisaran 6,2 persen pada akhir 2023.
Di sisi lain, menurutnya sangat penting bagi BI untuk tetap waspada terhadap perkembangan ekonomi global yang masih dibayangi dengan ketidakpastian yang signifikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel