Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah tengah menggodok aturan terkait penghapus bukuan dan penghapus tagihan kredit macet di usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) menilai yang perlu diperhatikan dalam wacana tersebut adalah potensi adanya moral hazard.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badaruddin mengatakan ketentuan hapus tagih kredit macet UMKM telah tercantum Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Opsi ini terbuka ke debitur lama, dan yang terdampak pandemi Covid-19.
Opsi ini digulirkan agar UMKM bisa memulai kembali usahanya dan lebih sehat. Namun, menurutnya diperlukan ketentuan turunan agar proses hapus buku dan hapus tagih berjalan tertib.
"Selain itu yang terpenting adalah upaya menghindari potensi moral hazard. Hapus buku serta hapus tagih ditentukan ke debitur yang benar-benar berusaha keras restrukturisasi tapi belum membuahkan hasil," katanya dalam paparan kinerja Bank Mandiri pada Senin (31/7/2023).
Ia mengatakan perbankan pun perlu menghindari debitur fiktif dan tidak bisa ditemui di lapangan. Menurutnya, jangan sampai hapus buku dan hapus tagih diberikan kepada debitur fiktif tersebut.
Berbagai risiko itu menjadi pekerjaan rumah bagi bank. "Kita di Bank Mandiri bersama Himbara [himpunan bank milik negara] ikut diskusi soal ketentuan itu nantinya," kata Ahmad Siddik.
Segmen kredit UMKM di Bank Mandiri sendiri telah tumbuh 8,1 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada semester I/2023 mencapai Rp119,7 triliun. Kualitas kredit pun terus dijaga. Per Juni 2023, rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) kredit UMKM mencapai 1,5 persen.
Sebagaimana diketahui, pemerintah tengah berupaya untuk menggodok kemungkinan penghapus bukuan dan penghapus tagihan kredit macet UMKM. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan dalam menjalankan upaya tersebut, sejumlah aturan tengah disiapkan.
“Berdasarkan perundang-perundangannya sebetulnya semua siap,” ujar Airlangga setelah dipanggil Jokowi ke Istana Presiden pada pekan lalu (17/7/2023).
Aturan yang dimaksud diantaranya adalah Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam aturan itu dijelaskan apabila bank kesulitan melakukan usaha, maka dapat melakukan penghapus bukuan kredit dan ini berlaku untuk seluruh perbankan.
Airlangga juga mengatakan terdapat Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
Pemerintah juga telah menyiapkan ketentuan yang masuk dalam UU PPSK. "Dalam pasal 250-251 disampaikan mengenai pengaturan piutang macet, utamanya UMKM yaitu dapat dilakukan penghapus bukuan dan penghapusan tagihan," kata Airlangga.
Pemerintah pun saat ini masih menyelesaikan ketentuan perpajakan terkait UMKM dan ketentuan lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel