PMI Manufaktur RI Menguat ke 53,3, Ungguli Rusia, China, hingga AS

Bisnis.com,01 Agt 2023, 15:17 WIB
Penulis: Denis Riantiza Meilanova
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA – Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia tercatat menguat ke level 53,3 pada Juli 2023 dibandingkan bulan sebelumnya di level 52,5.

Laju ekspansi sektor manufaktur di Tanah Air ini merupakan tingkat ekspansi tertinggi sejak 10 bulan terakhir atau September 2022.

Mengutip data Trading Economics, Selasa (1/8/2023), PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2023 tersebut mampu melampaui PMI manufaktur sejumlah negara Asean, seperti Malaysia yang masih berada di zona kontraksi 47,8 dan Vietnam di level 48,7, serta Filipina di level 51,9.

PMI manufaktur Indonesia juga mampu mengungguli sejumlah negara-negara G20, seperti Rusia (52,1) dan Meksiko (50,9).

Bahkan, sektor manufaktur beberapa negara G20 pada Juli 2023 berada di zona kontraksi, antara lain Turki (49,9), Australia (49,6), Jepang (49,6), Korea Selatan (49,4), China (49,2), Amerika Serikat (49), Prancis (45,1), Inggris (45), dan Jerman (38,8).

Sementara itu, menurut S&P Global, produksi di sektor produksi barang Indonesia pada Juli 2023 mengalami ekspansi pada laju tercepat dalam 10 bulan. Hal ini didukung oleh arus permintaan baru yang lebih kuat pada bulan tersebut.

"Menurut data PMI S&P Global terkini, sektor manufaktur Indonesia terus memperlihatkan momentum pertumbuhan yang kuat pada awal triwulan ketiga. Percepatan total pertumbuhan pesanan baru tidak hanya didukung oleh kenaikan permintaan domestik, tetapi juga didukung oleh kenaikan baru pada bisnis baru dari luar negeri, menunjukkan perbaikan kondisi permintaan secara meluas," ujar Economics Associate Director S&P Global PMI Market Intelligence Jingyi Pan melalui siaran pers, Selasa (1/8/2023).

Dalam hal harga, dilaporkan bahwa biaya bahan baku yang lebih tinggi menyebabkan kenaikan biaya pengoperasian pada Juli, meskipun laju inflasi masih tetap berada di bawah rata-rata rekor selama 2 tahun terakhir.

Perusahaan manufaktur secara umum berbagi beban biaya tambahan dengan klien mereka sehingga mengakibatkan kenaikan baru pada harga output rata-rata pada bulan Juli, setelah mengalami penurunan sedikit pada Juni. Laju inflasi biaya tergolong rendah dan berada di bawah rata-rata jangka panjang.

“Namun demikian, harga input naik pada laju yang lebih cepat menandakan bahwa inflasi tetap menjadi masalah utama bagi perusahaan sektor swasta untuk menyongsong semester II/2023. Meskipun kondisi pasokan menjadi lebih baik seperti yang terlihat pada waktu tunggu pesanan yang lebih singkat selama bulan Juli," kata Jingyi.

Menurut S&P Global, sentimen di sektor manufaktur seluruh Indonesia bertahan positif pada bulan Juli, menandakan bahwa perusahaan merasa optimistis terhadap produksi pada 12 bulan mendatang. Meski demikian, tingkat kepercayaan diri berada di bawah rata-rata untuk 9 bulan berjalan.

“Kepercayaan diri dalam bisnis juga melemah selama periode survei terbaru, meskipun perusahaan melihat peningkatan pada permintaan, menunjukkan kekhawatiran yang terus ada berkaitan dengan perkiraan masa mendatang," imbuh Jingyi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Denis Riantiza Meilanova
Terkini