OJK: Kerugian Masyarakat Akibat Modus Penipuan Capai 137,84 Triliun

Bisnis.com,03 Agt 2023, 14:41 WIB
Penulis: Jessica Gabriela Soehandoko
Ilustrasi penipuan online. Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa nilai kerugian masyarakat akibat investasi ilegal sangat signifikan.

Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK, Rudy Agus P. Raharjo, menjelaskan bahwa dalam periode 2017-2022, kerugian masyarakat akibat kehadiran entitas investasi ilegal atau kegiatan usaha tanpa izin diestimasikan  mencapai Rp137,84 triliun.

"Jumlah yang menurut saya tidak kecil. Jumlahnya sangat masif dan besar," ungkap Rudy dalam webinar Waspada Modus Penipuan Gaya Baru oleh OJK Institute, Kamis (3/8/2023).

Kemudian, pada periode 2017 hingga triwulan I 2023, Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menghentikan sebanyak 5.791 kegiatan usaha tanpa izin. 

Hal tersebut meliputi dari pinjaman online, gadai, investasi dan kegiatan tanpa izin lain di sektor keuangan, dan sektor lainnya yang tetap marak terjadi dan bertambah baik secara kuantitas dan atau variasi.

“Secara keseluruhan nilai kerugian masyarakat akibat investasi ilegal sangat signifikan. Modus penipuannya pun bermacam-macam,” ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, 

Friderica kemudian menuturkan beberapa contoh dari modus-modus tersebut, seperti robot trading ilegal, skema ponzi, investasi forex ilegal, gadai ilegal dan lain-lainnya.

Modus kejahatan yang ditawarkan sendiri umumnya menawarkan keuntungan atau imbal hasil yang tidak masuk akal bahkan mencurigakan.

Namun, Friderica mengungkapkan bahwa kecurigaan tersebut kerap kali diabaikan karena ada keinginan untuk meraup keuntungan yang besar dalam waktu yang singkat.

Salah satu faktornya adalah menjamurnya ‘The Casino Mentality’, yakni paradigma ingin cepat kaya dengan cara yang mudah, dalam waktu yang singkat, tanpa disertai kerja keras maupun pertimbangan terhadap resiko yang kemungkinan akan dihadapi.

Lalu, di kalangan anak muda juga muncul fenomena baru yakni ‘FOMO’ atau fear of missing out, seperti harus mengikuti trend terkini agak tidak di ‘cap’ ketinggalan jaman. Contohnya seperti ada diskon tertentu atau tawaran-tawaran yang tidak di cek terlebih dahulu kebenarannya, legalitasnya, dan logis atau tidak.

Friderica juga mengatakan bahwa tingkat literasi keuangan yang rendah juga menjadi salah satu faktor, sehingga membuat masyarakat kurang mampu atau belum mampu membedakan produk maupun jasa keuangan yang legal atau berizin.

Jika mengacu pada data survei nasional literasi keuangan pada 2022, indeks literasi masyarakat tercatat sebesar 49,68 persen, yang sebetulnya mengalami kenaikan dibanding pada  2019 yang sebesar 38 persen.

“Walaupun meningkat, tetapi masih banyak masyarakat yang belum terliterasi dalam hal keuangan,” ungkapnya. 

Selain itu, indeks literasi digital Indonesia pada 2022 juga berada di level 3,54 poin dalam skala 1-5. Friderica menilai poin ini juga relatif masih belum tinggi, di mana sebagian masyarakat belum bisa memilah dan memilih sumber informasi di internet. 

Untuk itu, Friderica berpendapat bahwa perlunya peguatan edukasi dan perlindungan konsumen, untuk meningkatkan literasi atau pemahaman masyarakat sehingga tidak mudah tergiur penipuan oleh berbagai modus di sektor jasa keuangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianto Cahyo Nugroho
Terkini