Bisnis, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa ada 12 jenis kejahatan siber yang seringkali menyerang industri jasa keuangan di Indonesia.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan bahwa kejahatan siber tersebut tidak hanya bisa merugikan masyarakat, tetapi juga industri jasa keuangan di Tanah Air.
Menurutnya, kejahatan siber yang pertama adalah social engineering yang memiliki cara kerja memanipulasi psikologis seseorang untuk mendapatkan informasi tertentu, kemudian melakukan penarikan uang secara ilegal.
“Lalu ada juga phising, yaitu membuat halaman web yang alamatnya mirip dengan halaman web internet banking,” tuturnya di sela-sela acara Fintech Policy Forum di Jakarta, Selasa (8/8).
Ketiga, menurut Mirza, kejahatan siber bernama vishing yang pola kerjanya adalah mempengaruhi korbannya untuk mengambil tindakan seperti transfer uang. Uniknya, vishing dilakukan dari jarak jauh, kebanyakan menggunakan telepon kepada korbannya.
Selanjutnya kejahatan siber keempat, kata Mirza, smishing yang cara kerjanya sama dengan vishing. Namun, smishing dilakukan melalui SMS. Kelima adalah pharming yaitu sejenis malware atau virus yang disebarkan ke korban agar korban bisa diarahkan ke halaman internet palsu agar data pribadi korban bocor.
“Kemudian ada juga catfishing yang melibatkan online person fiktif untuk mempengaruhi seseorang,” katanya.
Ketujuh, menurut Mirza, kejahatan siber reverse social engineering yaitu menarik korbannya untuk melakukan komunikasi dengan pelaku melalui manipulasi komunikasi.
Lalu kejahatan siber kedelapan adalah password cracking, yaitu membongkar kata sandi korban secara paksa melalui masuk ke dalam sistem perangkat korban.
“Selanjutnya, keystroke logging yang polanya mengamati aktivitas device berdasarkan input ketikan keyboard korban,” ujarnya.
Mirza menjelaskan kejahatan siber kesepuluh, yaitu melalui remote access trojan yang disebar melalui pesan singkat seperti undangan pernikahan teman, jika diunduh virus yang disebarkan pelaku akan memberikan akses penuh ke perbankan korban.
Selanjutnya kesebelas adalah teknik kejahatan siber packet sniffing, yang cara kerjanya itu mengumpulkan data sekaligus menyadap data nasabah lewat sistem jaringan komputer dan terakhir adalah spoofing yaitu pelaku menyamar menjadi orang lain atau organisasi terkenal untuk mengelabui korbannya.
“Semua ini adalah cara dan metode para pelaku untuk mendapatkan akses ke perangkat korban untuk membobol,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel