Bisnis.com, JAKARTA - Krisis Digitalisasi UMKM saat ini masih menjadi tugas besar Indonesia. Bagaimana tidak? Menurut Kementerian Koperasi dan UKM, UMKM memberikan sumbangsih sebesar 60,5% pada PDB Indonesia yang artinya UMKM merupakan salah satu pahlawan bangsa yang dapat menjaga kestabilan ekonomi kita di tengah berbagai macam krisis yang melanda. Namun sangat disayangkan, diantara 65,4 juta UMKM yang ada di Indonesia, masih banyak yang belum bisa go digital.
Seperti apa UMKM yang go digital? Setidaknya UMKM tersebut memiliki atau masuk di platform digital seperti mempunyai website penjualan, e-commerce (shopee, tokopedia, Lazada, dll) atau media sosial (whatsapp, tiktok, instagram, dll) ataupun memiliki pembayaran digital seperti transfer bank, QRIS, dll.
Menurut data Bank Indonesia (BI), di bulan Juni 2023 sudah ada 26,6 juta UMKM yang terdaftar menggunakan QRIS, dimanakah sisa 38 juta UMKM lainnya? Bisa saja mereka belum memanfaatkan QRIS namun menggunakan pembayaran digital lainnya, atau malah belum go digital sama sekali. Bagaimana jika 38 juta UMKM ini belum merasakan nikmatnya terjun ke dunia digital?.
Pertama, mereka akan kehilangan pangsa pasar yang lebih luas. Bayangkan, berdasarkan data dari datareportal.com pada januari 2023, terdapat 167 juta pengguna media sosial di Indonesia. Artinya, UMKM akan melewatkan sejumlah 167 juta calon konsumen baru jika belum bisa go digital via media sosial.
Diantaranya jika kita fokus ke bidang ads (iklan) melalui media sosial dari Meta (Facebook, Instagram, dan Whatsapp), maka iklan akan dilihat oleh user berusia 13-44 tahun yang merupakan 89,2% penggunanya. Selain itu, survey GWI. menyatakan bahwa 50.4% dari sampel pengguna sosial media di Indonesia menggunakan sosial media untuk mencari inspirasi untuk membeli sesuatu. Ini menunjukkan peluang produk UMKM sangatlah besar untuk dikenal via media sosial.
Selain iklan di sosial media, live streaming shopping di media sosial dan e-commerce pun sudah merambah karena mampu meningkatkan pesanan dan kunjungan toko dari konsumen. Salah satu e-commerce di Indonesia menyatakan kenaikan pesanan bisa mencapai 29%. Sayang sekali jika peluang ini dilewatkan oleh pelaku bisnis yang belum go digital.
Akibat UMKM belum bisa go digital yang kedua adalah UMKM akan melewatkan transparansi pencatatan transaksi jual beli yang cepat dan otomatis. Hal ini tentunya berkaitan dengan pembayaran digital. Pembayaran digital akan memudahkan UMKM dalam pencatatan transaksi harian, karena akan tercatat secara langsung di aplikasi terkait. Transaksi sekecil dan sebanyak apapun tidak akan terlewat dengan pembayaran digital.
Salah satu inovasi pembayaran online dari BI yang sangat kita rasakan manfaatnya adalah QRIS. Bagi UMKM, hanya dengan biaya 0,3% per transaksi (hanya Rp 30 dari transaksi senilai Rp 10.000), UMKM dapat langsung merasakan pencatatan transaksi lebih cepat, otomatis, bebas repot mencari uang kembalian untuk pembeli, serta terhindar dari kehilangan uang cash.
Biaya 0,3% sempat menjadi isu besar di kalangan pedagang kecil/usaha mikro. Padahal biaya itu masih lebih rendah dari biaya pada awal kemunculan QRIS yaitu 0,7%, yang diturunkan menjadi 0% karena pandemi dan sekarang setelah pandemi direvisi menjadi 0,3%. Karena itu, kini BI akan merevisi kembali biaya QRIS menjadi 0% untuk transaksi di bawah 100 ribu rupiah khusus untuk usaha mikro. Kebijakan ini direncanakan akan berlaku secepatnya di bulan September 2023.
Sampai sekarang pun QRIS bisa kita temui bahkan di pedagang kaki lima karena kepopulerannya. Dari data BI terbaru, di triwulan I-2023, QRIS paling sering digunakan oleh konsumen di sektor restoran dan hotel (80,1 juta transaksi), lalu diikuti oleh sektor makanan dan minuman (60,3 jt transaksi) serta berikutnya sektor transportasi dan komunikasi (24,1 juta transaksi). Hal ini secara tidak langsung menandakan bahwa kebanyakan transaksi menggunakan QRIS terjadi di tempat secara offline artinya konsumen secara langsung mengunjungi tempat tersebut. Ditambah lagi, volume transaksi yang besar ini membuktikan bahwa banyak konsumen mengandalkan QRIS sebagai pembayaran.
Kelebihan dari transaksi QRIS adalah mudah dan aman, konsumen cukup menggunakan smartphone dan aplikasi keuangan yang dimiliki, baik itu aplikasi bank ataupun saldo fintech. Selain itu, QRIS tidak memerlukan media lain seperti kartu kredit/debit yang justru ada risiko yaitu identitas kartu yang bisa dipakai transaksi oleh orang yang mengetahui identitas kartu konsumen. Penjual pun tidak memerlukan mesin EDC untuk kartu kredit/debit yang cukup mahal dari bank, cukup dengan stiker atau print QRIS. Sisi kenyamanan pun didapatkan oleh dua pihak, yaitu penjual dan konsumennya. Sangat disayangkan jika karena biaya 0.3%, UMKM memilih menghentikan QRIS atau malah menaikkan harga yang membuat konsumen berpikir ulang untuk membeli, padahal manfaatnya melebihi biaya 0,3% yang dikeluarkan.
Karena itu, sesuai judul artikel ini, QRIS is (QRIS adalah) identitas digital UMKM. Mengapa? Karena UMKM yang menggunakan QRIS memiliki transaksi digital yang aktif perbulan bahkan perharinya, yang artinya bisnis UMKM berjalan. UMKM tersebut otomatis sudah tercatat di database oleh pemerintah yaitu BI. Tidak memungkiri bahwa bila suatu saat nanti, database UMKM yang mempunyai QRIS digunakan pemerintah untuk memberikan bantuan peningkatan performa UMKM. Bagi pemerintah ini pun akan sangat menguntungkan karena hasil dari dana bantuan dapat dievaluasi dengan melihat transaksi di QRIS, apakah benar terbukti meningkat atau tidak setelah diberikan dana bantuan.
Di era ini, UMKM yang belum bertransformasi digital akan sangat merugi. Peluang konsumen digital sangat terbentang luas, menunggu untuk disajikan produk-produk UMKM yang berkualitas. Kemudahan transaksi pun menjadi salah satu pertimbangan konsumen dalam memutuskan pembelian. Apalagi QRIS kini tidak hanya berlaku di Indonesia, tapi juga di Thailand dan Malaysia dan sebentar lagi juga akan berlaku di Singapura. Transaksi ekspor dan impor pun akan menjadi lebih mudah karena tidak memerlukan biaya transfer yang besar oleh pihak ketiga. Semoga semua UMKM Indonesia bisa go digital agar selanjutnya go international sehingga mampu memulihkan ekonomi Indonesia ke tingkat yang lebih baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel