Bisnis.com, JAKARTA - Superbank yang digadang-gadang menjadi pesaing baru untuk sejumlah bank digital Tanah Air membukukan kerugian bersih mencapai Rp112,92 miliar. Sebelumnya, pada semester I/2022 bank ini mencatatkan laba bersih Rp2,10 miliar.
Hal ini disebabkan oleh kenaikan beban operasional lainnya sebesar 439,44 persen secara tahunan (year-on-year) menjadi Rp247 miliar pada Juni 2023 dibanding periode yang sama pada tahun lalu yakni Rp45,79 miliar.
Berdasarkan laporan publikasi bank yang dikutip Bisnis, Kamis (10/8/2023), beban operasional tersebut naik akibat kerugian penurunan nilai aset keuangan (impairment) yang kian menebal 196,85 persen menjadi Rp29,97 miliar dari yang sebelumnya Rp10,10 miliar.
Tak hanya itu, sejumlah pos beban lainnya pun turut mengalami kenaikan. Mulai dari beban tenaga kerja yang naik 1.651,17 persen menjadi Rp161,35 miliar dari yang sebelumnya Rp9,21 miliar. Lalu, beban promosi yang naik 1.131,53 persen menjadi Rp1,37 miliar dari yang sebelumnya Rp111 juta
Beban lainnya pun mengalami peningkatan sebesar 94,32 yoy menjadi Rp67,16 miliar dari yang sebelumnya Rp34,56 miliar. Alhasil, rugi operasional menjadi Rp114,10 miliar per semester I/2023.
Dari sisi bisnis utama, kinerja bank dalam menghimpun cuan tergolong baik. Pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) yang meningkat 176 persen (yoy) menjadi Rp132,90 miliar pada akhir Juni 2023 dari Rp48,15 miliar.
Tercatat, pendapatan bunga Superbank hingga Juni 2023 mengalami pertumbuhan 138,19 persen yoy dari Rp59,20 miliar menjadi Rp141,02 miliar. Kenaikan pendapatan bunga ini pun diikuti oleh penyusutan beban bunga sebesar 26,53 persen dari Rp11,05 miliar menjadi Rp8,12 miliar.
Adapun kerugian yang dialami perusahaan membuat sejumlah rasio memburuk. Tingkat pengembalian aset (return on assets/ROA) turun 537 basis poin (bps) ke zona negatif -5,56 persen dari 0,19 persen, diikuti dengan tingkat pengembalian modal (return on equity/ROE) yang merosot 658 bps ke -6,77 persen dibanding periode yang sama tahun lalu 0,19 persen.
Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) pun mengalami kenaikan 7.766 bps menjadi 174,15 persen pada semester I/2023 dari level 96,49 persen pada semester I/2022.
Tak hanya itu, rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) juga mengalami kenaikan. NPL gross tercatat naik 61 bps ke level 3,65 persen dari 3,04 persen. Sebaliknya, NPL net juga mengalami penurunan 156 bps dari 2,14 persen menjadi 0,58 persen per semester I tahun ini.
Dari kondisi sisi kredit, Superbank telah menyalurkan kredit hingga Rp1,27 triliun, angka ini naik 122,78 persen dibanding tahun lalu Rp570,04 miliar. Alhasil, aset Superbank ikut menanjak sebesar 10,91 persen dari R3,73 triliun menjadi Rp4,13 trilun.
Pada sisi pendanaan, Superbank telah meraup total simpanan nasabah Rp581,92 miliar, turun 13,01 persen dari capaian pada periode sebelumnya Rp668,94 miliar. Dana murah atau current accounts savings accounts (CASA) juga turun 25,87 persen yoy menjadi Rp180,91 miliar dari sebelumnya Rp244,03 miliar.
Sebagai informasi, PT Bank Fama International Tbk. telah berganti nama menjadi Superbank, yang sama-sama berfokus pada segmen UMKM.
Dalam menyasar pasar UMKM, Superbank mengandalkan ekosistem yang meliputi Grup Emtek, Grab, hingga Singtel.
Berdasarkan struktur pemegang sahamnya, Emtek melalui PT Media Visitama memiliki porsi saham di Superbank sebesar 62,76 persen. Sementara itu, A5-DB-Holdings dan Singtel memegang 16,26 persen saham.
Perubahan nama dari Bank Fama menjadi Superbank akan mempertegas komitmen perseroan untuk memperluas akses layanan finansial bagi lebih banyak masyarakat Indonesia.
Perubahan nama ini juga menegaskan secara resmi bahwa perseroan telah bertransformasi menjadi bank dengan layanan berbasis digital.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel