Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank BTPN Tbk. (BTPN) tengah bergeliat menyalurkan kredit hijau tahun ini seiring dengan potensinya yang dinilai besar. Nilai penyaluran kredit hijau di Bank BTPN telah mencapai Rp7,63 triliun hingga Juni 2023.
Direktur Utama Bank BTPN Henoch Munandar mengatakan sejak diakuisisi oleh Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), pihaknya tidak hanya berfokus pada bisnis dana pensiun, tapi lebih berkontribusi kepada perekonomian untuk multi segmen, termasuk bisnis berkelanjutan.
BTPN tercatat memiliki portofolio penyaluran pembiayaan berkelanjutan mencapai Rp14,17 triliun. Dari jumlah ini, Rp7,63 triliun disalurkan sebagai kredit hijau. Di antara kredit hijau itu, sebanyak Rp1,11 triliun telah disalurkan BTPN bagi energi terbarukan.
"BTPN melalui support SMBC aktif negosiasi dalam proses transisi. Pembangunan office building hijau kita biayai, dengan PLN ada program transisi," ujar Henoch dalam kunjungannya di Wisma Bisnis Indonesia Jakarta pada Senin (14/8/2023).
Apalagi, isu environmental, social, and governance (ESG) menjadi tren saat ini. "Kita melihat the future our credit ya di sini [kredit hijau]," katanya.
Head of Wholesale, Commercial and Transaction Banking Bank BTPN Nathan Christianto juga mengatakan ke depan pihaknya terus menggodok skema pembiayaan untuk energi terbarukan. Di antara kredit kepada energi terbarukan yang disalurkan Bank BTPN yakni pembangunan Waduk Cirata sebesar Rp1,4 triliun. Bank BTPN juga berkerja sama dengan PLN untuk melakukan transformasi energi.
"Bank BTPN juga dijadikan pilot project taksonomi hijau OJK [Otoritas Jasa Keuangan], itu berkesinambungan dengan pilot [project] lainnya. Kemudian ini bisa berlanjut ke carbon trading," ujarnya.
Seiring dengan upaya Bank BTPN itu, regulator pun saat ini tengah gencar memberikan sejumlah dukungan bagi perbankan untuk menyalurkan kredit hijau. Bank Indonesia (BI) misalnya mengeluarkan kebijakan makroprudensial yang mendorong pembiayaan hijau. BI telah menyalurkan insentif bagi bank yang menyalurkan kredit ke 42 sektor prioritas termasuk sektor hijau.
OJK juga mendorong pertumbuhan ekonomi hijau, apalagi setelah disahkannya Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Dalam UU PPSK, pasal 6 ayat 1b menyebutkan bahwa OJK memiliki tugas baru untuk mengatur dan mengawasi keuangan derivatif dan bursa karbon. Adapun hal tersebut mencakup perdagangan instrumen yang berkaitan dengan nilai ekonomi karbon.
Regulator juga telah menerbitkan insentif di sejumlah sektor keuangan, salah satunya bertujuan mendukung program percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel