Aturan Barang Impor Murah Masih Tarik Ulur, UMKM Kian Babak Belur

Bisnis.com,15 Agt 2023, 07:00 WIB
Penulis: Dwi Rachmawati
ilustrasi beli barang impor lewat e-commerce/Freepik.com

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku UMKM yang sudah babak belur sudah tidak sabar menantikan implementasi aturan barang impor murah di platform e-commerce.

Barang impor murah tak hanya beredar luas di e-commerce, bahkan kini sudah menjamur di platform social commerce seperti TikTok Shop.

Melihat kondisi tersebut, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengundang para pelaku usaha lokal untuk berdiskusi.

Dian Fiona, pelaku UMKM yang memproduksi celana jin asal Bandung, menyebut banyak produk China menyerupai produk buatannya dijual di platform TikTok Shop dengan harga sangat murah.

Diduga, peredaran barang impor tersebut tidak dikenakan pajak. Alhasil, harga jualnya bisa lebih murah 20-30 persen dibandingkan dengan produk celana jin dalam negeri.

Padahal, lanjutnya, kualitas produk buatan Negeri Tirai Bambu tersebut masih di bawah dari bikinan lokal. Namun, sebagian besar masyarakat Indonesia cenderung mementingkan harga murah dibandingkan dengan kualitas.

"Orang [penjual] yang enggak punya produksi dia akan impor dari China, harga jualnya di luar nalar," ujar Dian usai melakukan pertemuan dengan Teten, Senin (14/8/2023).

Menanggapi hal tersebut, Teten menuturkan masih banyak praktik predatory pricing di platform TikTok Shop. Namun, belum bisa dipastikan produk impor tersebut dikirim secara cross border atau bukan.

Teten memberi contoh untuk sebuah produk parfum yang dijual dengan harga Rp100 per produk dan celana pendek Rp2.000 per produk. Menurutnya, harga tersebut tidak masuk akal karena jauh di bawah dari harga pokok produksi (HPP) produk lokal.

"Jadi belum ada perubahan dari TikTok," ujar Teten saat ditemui di Kemenkop UKM, Senin (14/8/2023).

Ihwal temuan tersebut, Teten berencana memanggil kembali pihak TikTok untuk memberikan penjelasan terkait dengan dugaan predatory pricing.

Di sisi lain, dia mulai gerah dengan proses revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50/2020 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang berlangsung terlalu lama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

  1. 1
  2. 2
Tampilkan semua
Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini