Simpanan Nasabah di Perbankan RI Terus Melambat, Lari ke Mana?

Bisnis.com,16 Agt 2023, 09:35 WIB
Penulis: Fahmi Ahmad Burhan
Karyawati menghitung uang rupiah di salah satu kantor cabang PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. di Jakarta, Selasa (16/8/2022). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA -- Dana pihak ketiga (DPK) perbankan tercatat terus melambat sepanjang paruh pertama tahun ini. Ada sejumlah faktor pendorong lesunya simpanan nasabah ini di bank.

Berdasarkan data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), pertumbuhan DPK mencapai 8,5 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Januari 2023. Pertumbuhan DPK itu kemudian melambat pada bulan setelahnya atau Februari 2023 menjadi 8,18 persen yoy.

Pada Maret 2023, pertumbuhan DPK kembali melambat menjadi 7 persen yoy. Tren lesunya DPK berlanjut pada bulan-bulan berikutnya, menjadi 6,82 persen yoy pada April 2023, 6,53 persen yoy pada Mei 2023, dan melambat menjadi 5,79 persen pada Juni 2023.

Senior Economist INDEF Aviliani mengatakan tren pelambatan DPK itu terjadi saat konsumsi kelompok masyarakat menengah ke atas kembali normal. Saat kondisi tersebut, masyarakat menginginkan return dari investasinya di simpanan dengan bunga yang tinggi.

Apabila suku bunga simpanan di bank-bank Indonesia kalah dibandingkan dengan bunga di negara lain, masyarakat akan menyimpan dananya di luar.

"Singapura misalnya bunganya tinggi, jadinya dia [masyarakat] investasi di tempat lain. Dananya akan keluar masuk tergantung return yang diberikan," ujarnya dalam acara Media Literacy Circle dengan tajuk Building Inclusive Economies yang digelar UOB Indonesia pada Selasa (15/8/2023).

Untuk itu, menurutnya otoritas hingga regulator harus menjaga daya tarik masyarakat untuk menyimpan dananya di perbankan Indonesia. "Pengusaha diajak ngobrol juga, agar dana tak keluar semua," tuturnya.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menilai perlambatan DPK merupakan suatu yang lumrah dan bukan pertanda buruk bagi ekonomi Indonesia. 

Bahkan, dirinya menyebut penurunan ini bisa menjadi tanda masyarakat mungkin lebih cenderung untuk berbelanja atau mengalihkan dana mereka ke bentuk investasi atau pengeluaran lainnya daripada menyimpannya di perbankan.

"Ini mungkin suatu proses pengembalian ke level yang normal. Dulu kan sebelum krisis kan di 6 persenan [DPK]. Sekarang mungkin bergerak ke arah sana. Mungkin biasanya ada overshoot, nanti stabil lagi. Tapi ini tidak menggambarkan keadaan memburuk. Mungkin sebaliknya sebagian orang lagi belanja," katanya dalam agenda Like It 2023, Senin (14/8/2023).

Dia juga memproyeksikan pertumbuhan DPK pada kuartal III/2023 akan bagus dibandingkan dengan pertumbuhan DPK pada triwulan II/2023.

Hal ini tercermin, kala dirinya mencatat pertumbuhan dana di bawah Rp100 juta meningkat, sedangkan dana di atas Rp100 juta cenderung menurun karena digunakan untuk belanja. Purbaya melihat bahwa dampak positifnya adalah adanya multiplier effect yang menguntungkan kalangan yang berpendapatan lebih rendah. 

“Jadi belanja, mulai ada multiplier effect ke kalangan yang bawah. Kalau seperti itu yang terjadi maka ada yang positif. Walaupun kita akan mengetahui dalam waktu ke depan apa yang menyebabkan pertumbuhan [DPK] cenderung melambat,” katanya

Lebih lanjut, dia menyebutkan apabila ada gangguan dalam ekonomi yang menyebabkan pertumbuhan DPK melambat, ia mengatakan pihaknya akan mengevaluasi kebijakan baik di LPS, maupun di Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). 

“Tapi sampai sekarang sih masih belum ada indikasi adanya perlambatan ekonomi yang seperti itu,” tutur Purbaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini