Bisnis.com, JAKARTA - Bank-bank digital baru bermunculan menambah persaingan ketat dalam meraup potensi pasar. Namun, seiring persaingan ketat itu, bank digital dituntut untuk tidak mengandalkan strategi 'bakar uang'.
Ahli pemasaran sekaligus Wakil Rektor I Universitas Prasetiya Mulya Agus W. Soehadi mengatakan dalam kurun waktu satu tahun ke depan, setidaknya akan ada lima bank digital baru yang hadir di Indonesia. Persaingan pun akan semakin ketat dalam meraup pangsa pasar.
Sementara, di tengah persaingan ketat, pada akhirnya layanan bank digital akan mirip satu sama lain. Dengan kondisi demikian, bank digital mesti memikirkan strategi untuk membuat nasabah bertahan.
“Cara lama seperti membakar uang untuk memberikan promosi atau benefit tertentu kepada nasabah sudah tidak terlalu efektif, dan tidak terlalu baik bagi keberlanjutan bisnis," ujar Agus dalam keterangan tertulis pada Rabu (16/8/2023).
Bank digital dituntut perlu menjalankan inovasi layanan dan produk. Bank-bank digital saat ini menurutnya masih berkompetisi dengan menghadirkan ekosistem layanan dan produk yang lengkap demi memenuhi kebutuhan setiap segmen konsumen.
Cara ini memang terbukti menarik minat konsumen, sebab aplikasi bank digital akhirnya bisa memberikan layanan menyeluruh, mulai dari layanan reguler seperti rekening tabungan, pembayaran digital, maupun pembiayaan.
“Beberapa bank juga sudah mengintegrasikan produk investasi dan dompet digital, sehingga nasabah mendapatkan pengalaman lengkap," ujarnya.
Baca Juga : Intip Bank Digital Paling Bagus dan Efisien |
---|
Ke depannya, inovasi perbankan digital juga perlu diarahkan kepada layanan dan produk yang lebih terpersonalisasi. Dengan begitu, nasabah akan merasa bank sangat memahami kebutuhan mereka. “Hal ini yang membuat nasabah akan loyal," ujarnya.
Beberapa jenis layanan dan produk terpersonalisasi yang bisa dikembangkan bank di antaranya produk investasi yang disesuaikan dengan kondisi keuangan nasabah. Kemudian, terdapat pengingat atau notifikasi atas transaksi rutin setiap nasabah. Selain itu, sistem perencanaan keuangan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan personal setiap nasabah.
Direktur Digital dan Operasional PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO) Bhimo Wikan Hantoro juga mengatakan bank digital perlu memikirkan strategi akuisisi konsumen yang tepat. Dia menjelaskan di Bank Raya yang terpenting adalah biaya untuk akuisisi konsumen ini harus jauh lebih rendah dibanding dengan customer lifetime value (CLV).
CLV sendiri merupakan indikator yang digunakan untuk menentukan nilai dari pelanggan sebuah perusahaan. Artinya, kata Bhimo, setiap investasi yang dikeluarkan untuk mengakuisisi konsumen harus menghasilkan penggunaan produk secara organik tanpa didorong oleh gimmick marketing yang berlebihan.
Kemudian, dalam hal inovasi, Bank Raya terus menghadirkan produk baru agar bisa memenuhi kebutuhan nasabah. Sepanjang 2021 hingga 2022, Bank Raya misalnya mengajukan 8 izin produk baru ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
“Ini merupakan upaya kami untuk menangkap kebutuhan niche market yang berbeda dengan target pasar Bank BRI yang lebih massal. Dan kami menyadari bahwa kebutuhan niche market ini terus berubah sesuai perkembangan zaman," tuturnya.
Sementara itu, Head of Customer Engagement di PT Bank Jago Tbk. (ARTO) Lena Chow juga mengatakan meskipun potensi pasar perbankan digital di Indonesia masih sangat besar, tantangan yang dihadapi industri ini juga cukup kompleks. Di antara tantangan itu adalah bagaimana bank digital memperluas penetrasi kepada masyarakat.
“Kunci utama untuk memperluas penetrasi ini adalah dengan memperbanyak pengguna ponsel pintar terlebih dahulu," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel