Bisnis.com, JAKARTA - Simpanan masyarakat di perbankan atau dana pihak ketiga (DPK) terus mengalami perlambatan hingga paruh pertama tahun ini.
Pada Januari 2023, pertumbuhan simpanan di bank mencapai 8,5 persen yoy, tetapi melambat menjadi 8,18 persen pada Februari 2023.
Bulan berikutnya, pertumbuhan tabungan, giro, dan deposito menjadi 7 persen, lalu kembali melambat menjadi 6,82 persen pada April 2023.
Tren penurunan ini berlanjut pada bulan-bulan berikutnya, yaitu 6,53 persen yoy pada Mei 2023 dan akhirnya merosot menjadi 5,79 persen pada Juni 2023.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menilai perlambatan ini adalah suatu yang wajar, di mana ini bukan pertanda buruk bagi ekonomi Indonesia.
Dia menyebut penurunan ini bisa menjadi tanda masyarakat mungkin lebih cenderung untuk berbelanja atau mengalihkan dana mereka ke bentuk investasi atau pengeluaran lainnya daripada menyimpannya di perbankan.
"Ini mungkin suatu proses pengembalian ke level yang normal. Dulu kan sebelum krisis kan di 6 persenan [DPK]. Sekarang mungkin bergerak ke arah sana. Mungkin biasanya ada overshoot, nanti stabil lagi. Tapi ini tidak menggambarkan keadaan memburuk. Mungkin sebaliknya sebagian orang lagi belanja," katanya pada Senin (14/8/2023).
Hal ini tercermin, lantaran dirinya mencatat pertumbuhan dana di bawah Rp100 juta meningkat, sedangkan dana di atas Rp100 juta cenderung menurun karena digunakan untuk belanja. Purbaya melihat ada dampak positifnya adalah adanya multiplier effect yang menguntungkan kalangan yang berpendapatan lebih rendah.
“Jadi belanja, mulai ada multiplier effect ke kalangan yang bawah. Kalau seperti itu yang terjadi maka ada yang positif. Walaupun kita akan mengetahui dalam waktu ke depan apa yang menyebabkan pertumbuhan [DPK] cenderung melambat,” kata Purbaya.
Lebih lanjut, dia menyebutkan apabila ada gangguan dalam ekonomi yang menyebabkan pertumbuhan DPK melambat, ia mengatakan pihaknya akan mengevaluasi kebijakan baik di LPS, maupun di Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
“Tapi sampai sekarang sih masih belum ada indikasi adanya perlambatan ekonomi yang seperti itu,” pungkas Purbaya.
Sementara itu, Senior Economist INDEF Aviliani mengatakan tren pelambatan DPK itu terjadi saat konsumsi kelompok masyarakat menengah ke atas kembali normal. Saat kondisi tersebut, masyarakat menginginkan return dari investasinya di simpanan dengan bunga yang tinggi.
Apabila suku bunga simpanan di bank-bank Indonesia kalah dibandingkan dengan bunga di negara lain, masyarakat akan menyimpan dananya di luar.
"Singapura misalnya bunganya tinggi, jadinya dia [masyarakat] investasi di tempat lain. Dananya akan keluar masuk tergantung return yang diberikan," ujarnya dalam acara Media Literacy Circle dengan tajuk Building Inclusive Economies yang digelar UOB Indonesia pada Selasa (15/8/2023).
Untuk itu, menurutnya otoritas hingga regulator harus menjaga daya tarik masyarakat untuk menyimpan dananya di perbankan Indonesia. "Pengusaha diajak ngobrol juga, agar dana tak keluar semua," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel