Bisnis.com, JAKARTA— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan penyempurnaan regulasi terkait dengan asuransi kredit terbit tahun ini. Untuk saat ini, regulator tengah meninjau aturan baru tersebut. OJK berharap aturan baru atau POJK tersebut mampu membuat lini usaha asuransi kredit lebih sehat.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa aturan itu juga akan melibatkan perusahaan penjaminan.
“Karena agak bertabrakan penjaminan kredit dan asuransi kredit, itu dua lembaga seolah-olah bertempur. Jadi nanti kami mau arahkan yang utamanya itu apa, apa yang program pemerintah, mana yang penjaminan komersial,” kata Ogi usai Konferensi Pers di Menara Radius Prawiro, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Jakarta Pusat Jumat (18/8/2023).
Ogi mengatakan bahwa pembagian risiko antara kreditur dan pemain asuransi kredit yakni 30: 70 persen menjadi salah satu opsi. Dia berharap bahwa perusahaan tidak menanggung sendiri seluruh risiko kredit macet.
Tidak hanya itu, Ogi mengatakan nantinya juga akan ada pengaturan terhadap pricing. Pasalnya masih terlalu rendah antara premi yang dibayarkan terhadap Non Performing Loan (NPL). “Enggak imbang,” katanya.
Di sisi lain, Ogi mengatakan bahwa asuransi kredit saat ini tenornya lebih banyak dalam jangka panjang. Menurutnya nanti tenor asuransi kredit tidak perlu mengikuti jangka waktu kredit, namun dapat lebih pendek dan bisa diperpanjang tergantung situasinya.
Ogi pun belum bisa memastikan jangka waktu tersebut, namun pastinya akan lebih pendek.
“Sekarang asuransi kredit lima tahun dia diasuransikan lima tahun premi dibayar di depan. Nah itu kan yang berbhaya bagi perusahaan asuransi,” katanya.
Klaim asuransi kredit tengah menjadi perhatian regulator dan industri. Pasalnya klaim asuransi kredit meningkat kala pandemi Covid-19.
Presiden Direktur PT Asuransi Asei Indonesia Achmad Sudiyar Dalimunthe mengatakan bahwa debitur tidak bisa membayar cicilan ke bank karena tedampak Covid-19, akibatnya menjadi potensi kredit macet.
“Maka asuransi kredit yang diterbitkan asuransi itu yang kemudian harus mengcover itu,” kata pria yang akrab disapa Dody tersebut saat ditemui usai acara acara Indonesia Re International Conference (IIC) 2023 di Jakarta, beberapa waktu lalu (4/7/2023).
Dody menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 juga sebenernya memberikan gambaran bahwa aturan asuransi kredit saat ini masih perlu diubah. Termasuk terkait dengan menajemen risiko dan penerapan keseimbangan premi.
Menurut Dody klaim yang banyak saat Covid-19 menunjukkan bahwa premi yang dikumpulkan itu bisa dibilang belum seimbang. Ini artinya preminya masih belum cukup.
Tidak hanya itu, Dody juga menyinggung terkait dengan termin asuransi kredit yang jangka panjang. Apabila jangka panjang seharusnya pencadangannya cukup, namun kebanyakan perusahaan asuransi belum melakukan pencadangan sesuai dengan kaidah. Hal tersebut otomatis akan menjadi masalah bagi perusahaan asuransi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel