Bisnis.com, JAKARTA — Emiten subholding gas Pertamina, PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) atau PGN tengah mengupayakan margin alokasi gas khusus industri yang tidak terserap atau unutilized volume (UV) untuk diakui sebagai insentif bagi perseroan dalam melaksanakan penugasan harga gas bumi tertentu (HGBT).
Sejak penugasan HGBT dijalankan April 2020 lalu, PGAS menghitung terdapat gas HGBT dengan harga khusus dari pemasok yang tidak terserap optimal oleh industri dan pembangkit listrik penerima manfaat. Konsekuensinya, gas yang dibeli PGAS dengan harga khusus itu mesti dijual dengan harga pasar pada industri nonpenerima HGBT.
Laporan terakhir PGAS memperkirakan selisih atau margin yang timbul dari gas harga khusus yang tidak terserap itu mencapai US$186,72 juta setara dengan Rp2,85 triliun (asumsi kurs Rp15.290 per dolar AS) per 31 Maret 2023. Provisi atau estimasi itu naik signifikan dari laporan keuangan konsolidasian yang ditutup 31 Desember 2022 di angka US$172,91 juta setara dengan Rp2,64 triliun.