Bisnis.com, JAKARTA — Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 23–24 Agustus 2023 memutuskan untuk kembali mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen selama 7 kali RDG berturut-turut. Langkah yang telah diantisipasi pasar saham ini dinilai masih memberikan prospek positif bagi emiten yang sensitif suku bunga.
Langkah BI untuk menajan BI7DRR sebesar 5,75 persen ini konsisten dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3,0±1 persen pada sisa tahun 2023 dan 2,5±1 persen pada 2024. Meski demikian, kebijakan ini dibayangi potensi bank sentral Amerika Serikat The Fed untuk kembali menaikkan suku bunga.
Research Analyst NH Korindo Leonardo Lijuwardi mengemukakan peluang The Fed untuk menaikkan suku bunga pada September 2023 masih terbuka. Hal ini juga masih menjadi perhatian pasar dalam beberapa waktu ke depan.
“Saat ini, suku bunga acuan US masih menjadi salah satu topik hangat yang terus menerus diperbincangkan pasar. Pastinya, sektor teknologi masih cukup berkorelasi sensitif dengan kenaikan suku bunga,” kata Leonardo, Kamis (24/8/2023).
Di tengah sentimen suku bunga ini, Leonardo mengatakan saham teknologi Indonesia memang masih kurang menggairahkan. Hal ini setidaknya tecermin dari kinerja saham sejumlah emiten yang tertekan selama rezim suku bunga tinggi.
“Sentimen suku bunga di Indonesia sangat berkorelasi dengan pergerakan saham teknologi di mana masih terlihat cukup menekan emiten-emiten teknologi lainnya, seperti BUKA dan EMTK,” katanya.
Untuk GOTO, Leonardo menilai pasar akan mencermati pembuktian kinerja perusahaan tersebut menuju profitabilitas pada kuartal IV/2023. Hal ini setidaknya tecermin dari kinerja semester I/2023 di mana GOTO berhasil menekan kerugian.
Sementara itu, Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menilai kebijakan terbaru BI tidaklah terlalu berpengaruh terhadap pasar karena telah diantisipasi pasar. Dia memperkirakan level suku bunga acuan di 5,75 persen akan bertahan sampai akhir tahun ini.
“BI mempertahankan tingkat suku bunga acuannya di level 5,75 persen jadi tidak ada dampaknya ke pasar sama sekali karena sudah di priced-in terlebih dahulu, termasuk ke perbankan dan teknologi yang sensitif suku bunga. Ekspektasinya suku bunga bertahan di level ini sampai akhir tahun,” kata Arjun.
Sementara itu, Pilarmas Investindo Sekuritas dalam risetnya menyebutkan bursa regional Asia mayoritas menguat mengikuti bursa AS yang meyakini bahwa tingkat suku bunga acuan AS tidak akan dinaikkan The Fed untuk menghindari resesi.
Dari dalam negeri, indeks IHSG bergerak variatif dan bertahan di jalur pelemahan yang tampaknya dipengaruhi tekanan aksi jual di tengah keputusan Bank Indonesia.
Keputusan mempertahankan tersebut diarahkan pada penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah untuk memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global. Namun, pasar juga dibayangi pelemahan ekonomi China dan ekonomi Eropa yang dipicu oleh dampak eskalasi ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel