Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 16/2023 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan (POJK Penyidikan).
Beleid baru tersebut adalah turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No.5/2023 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Keuangan. POJK anyar tersebut mencabut POJK 22/POJK.01/2015.
Penyesuaian POJK Penyidikan ini juga merupakan tindaklanjut Undang-undang Nomor 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
POJK No.16/2023 mendetailkan sejumlah ketentuan yang diatur dalam PP No.5/2023. Salah satunya tentang aturan ganti rugi sebagai penghapus tindak pidana.
Sekadar catatan, Pasal 8 huruf d PP No.5/2023 menyebutkan bahwa dalam melakukan penyidikan tindak pidana keuangan, penyidik Polri dan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK melakukan gelar perkara khusus.
Gelar perkara khusus itu untuk menentukan tindak lanjut penyidikan oleh penyidik Polri dalam hal penyidik OJK akan atau telah menghentikan penyelidikan atau penyidikan berdasarkan prinsip keadilan restoratif dan ultimum remedium.
Sementara itu, teknis mengenai pelaksanaan prinsip tersebut diatur dalam Pasal 9 PP No.5/2023. Pasal ini secara umum mengatur kewenangan OJK untuk memulai, tidak dilakukannya, atau menghentikan penyidikan tindak pidana di sektor keuangan.
Pertama, OJK melakukan penyelidikan berdasarkan informasi atau temuan soal kejahatan keuangan. Kedua, namun dalam proses penyelidikan tersebut, terduga pelaku kejahatan keuangan bisa mengajukan penyelesaian pelanggaran sesuai ketentuan yang berlaku kepada OJK (ganti rugi).
Ketiga, OJK melakukan penilaian terhadap permohonan penyelesaian pelanggaran. Penilaian memperhitungkan nilai pelanggaran pemohon.
Keempat, ada tiga aspek yang dinilai OJK dalam melakukan penilaian tersebut. Ketiga aspek itu antara lain ada atau tidaknya penyelesaian kerugian, nilai transaksi atau kerugian dan dampak terhadap sektor jasa keuangan, nasabah, investor, hingga masyarakat.
Kelima, pemohon wajib membayar seluruh ganti rugi sesuai kesepakatan jika OJK menyetujui permohonan penyelesaian pelanggaran. Keenam, OJK menghentikan penyidikan jika ganti rugi sesuai kesepakatan telah disepakati seluruhnya. Ketujuh, ganti rugi adalah hak dari pihak dirugikan bukan bagian dari pendapatan OJK.
Kedelapan, selain ganti rugi OJK juga bisa mengenakan sanksi administratif kepada pihak pelaku kejahatan keuangan. Sanksi yang dimaksud bisa berupa peringatan tertulis, denda, hingga pencabutan izin usaha.
Kesembilan, OJK juga bisa memutuskan untuk melanjutkan penyidikan jika tidak menyetujui permohonan penyelesaian atau karena pihak pemohon ingkar dari kesepakatan.
Aturan di POJK No.16/2023
Sementara itu dalam POJK yang baru, ketentuan mengenai ganti rugi diatur lebih detail misalnya ketika OJK menyetujui permohonan penyelesaian pelanggaran pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian pelanggaran wajib melaksanakan kesepakatan termasuk membayar ganti rugi.
Kesepakatan tersebut diatur dalam bentuk perjanjian yang disepakati oleh OJK dengan pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian pelanggaran, surat pernyataan pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian pelanggaran, atau dokumen dalam bentuk lain.
Adapun posisi ganti rugi dalam penyelesaian perkara tindak pidana di sektor keuangan bisa dijelaskan dalam 6 poin. Pertama, ganti rugi merupakan hak dari pihak yang dirugikan dan bukan pendapatan Otoritas Jasa Keuangan.
Kedua, ganti rugi dapat dibayarkan dalam bentuk tunai atau aset yang dapat dinilai dengan uang. Ketiga, jika pembayaran dilakukan dalam bentuk aset harus memperoleh persetujuan dari pihak yang dirugikan.
Keempat, pihak yang diduga melakukan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan wajib memenuhi penyelesaian pelanggaran paling lama 1 (satu) tahun sejak kesepakatan ditandatangani, yang didasarkan pada kompleksitas penyelesaian pelanggaran.
Kelima, penyelesaian atas kerugian yang timbul diikuti dengan adanya pernyataan dari semua pihak yang terlibat untuk tidak keberatan dan melepaskan hak menuntutnya di hadapan hukum.
Keenam, segala biaya yang timbul akibat dari kesepakatan penyelesaian pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan menjadi beban pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian pelanggaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel