Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menganggap dengan adanya aturan terkait dengan penghapus bukuan dan penghapus tagihan kredit macet di usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sama sekali tidak mengganggu kinerja bank secara keseluruhan
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), Sunarso pun menjelaskan bahwa BRI sendiri telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi kredit macet dalam portofolio mereka, dengan melakukan penghapus buku dan dikeluarkan dari neraca keuangan.
Selain itu, bank telah mengalokasikan cadangan dana sebagai tindakan pencegahan untuk menghadapi potensi risiko kredit di masa depan.
“Jadi, sebenarnya ada dua ya. Kalau hapus buku semua bank termasuk Himbara yang terkenal paling takut karena itu aset negara, itu pun sudah melakukan hapus buku. Tapi, untuk dihapus tagih atau diputihkan atau dijual dengan diskon itu belum berani. Jadi, kalau gitu diapakan? Ya sudah kalau ada ketentuan boleh atau tidak hapus tagih, ya tetap kita enggak tagih,” ujarnya saat paparan kinerja, Rabu (30/8/2023).
Lebih lanjut, Sunarso menjelaskan bahwa dalam situasi di mana kredit macet telah berlangsung selama lebih dari 10 tahun, BRI sendiri memilih mengambil langkah penghapusan buku. Bahkan, jika upaya penagihan tidak memungkinkan atau jika pihak yang berutang tidak dapat dihubungi lagi, maka BRI memutuskan untuk tidak melanjutkan upaya penagihan.
“Jadi bagi BRI, kalau tidak bisa dibayar, ya kita tidak tagih. Mending kita nyari nasabah baru,” ucapnya.
Namun, sebagai seseorang yang terlibat dalam pencanangan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), Sunarso menilai masih perlu diterapkan peraturan yang dapat menyamakan taraf "playing field" antara Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) dan bank non-pemerintah. Tujuannya adalah untuk menciptakan kondisi yang adil dan seimbang antara kedua jenis lembaga keuangan ini.
“Nah ini aturannya sedang dibuat, sedang dibuat kriteria. Sehingga tidak menimbulkan moral hazard. Aturannya bisa jadi macet yang sudah dihapus buku lima tahun atau sepuluh tahun, kita enggak tahu,” ujarnya.
Sejauh ini, Sunarso menjelaskan adopsi kebijakan hapus tagih dapat memberikan peluang kedua bagi individu yang seharusnya tidak punya kesempatan lagi untuk memperoleh kredit.
Menurutnya akan ada perhatian khusus terkait dengan nasabah yang mengalami kesulitan akibat bencana atau situasi darurat lainnya. Di mana, orang tersebut akan memiliki kesempatan untuk memulihkan reputasi kredit mereka. Ini bisa membantu mereka mendapatkan akses kembali ke layanan keuangan, termasuk kemungkinan memperoleh kredit baru.
Namun, menurut Sunarso akan ada perhatian khusus terkait dengan nasabah yang mengalami kesulitan akibat bencana atau situasi darurat lainnya. Dalam kasus ini, penghapusan tagihan dapat memberikan kesempatan kepada nasabah untuk memulihkan reputasi mereka.
“Maka ketentuan hapus tagih akan memberi kesempatan kepada nasabah yang terkena bencana atau apalah ya misalnya, itu namanya bisa dipulihkan, diputihkan dan bisa mendapat kredit baru lagi,” tutupnya.
Aturan Hapus Buku UMKM
Sebagaimana diketahui, pemerintah tengah berupaya untuk menggodok kemungkinan penghapus bukuan dan penghapus tagihan kredit macet UMKM.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan dalam menjalankan upaya tersebut, sejumlah aturan tengah disiapkan.
“Tadi kami membahas mengenai restrukturisasi UMKM, termasuk penghapus bukuan atau tagihan. Berdasarkan perundang-perundangannya sebetulnya semua siap,” ujar Airlangga setelah dipanggil Jokowi ke Istana Presiden pada Senin (17/7/2023).
Aturan yang dimaksud diantaranya adalah Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam aturan itu dijelaskan apabila bank kesulitan melakukan usaha, maka dapat melakukan penghapus bukuan kredit dan ini berlaku untuk seluruh perbankan.
Airlangga juga mengatakan terdapat Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
Pemerintah juga telah menyiapkan ketentuan yang masuk dalam Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
"Dalam pasal 250-251 disampaikan mengenai pengaturan piutang macet, utamanya UMKM yaitu dapat dilakukan penghapus bukuan dan penghapusan tagihan," kata Airlangga.
Pemerintah pun saat ini masih menyelesaikan ketentuan perpajakan terkait UMKM dan ketentuan lainnya. Adapun, terdapat berbagai syarat penghapusbukuan kredit UMKM.
Airlangga mengatakan piutang macet harus restrukturisasi terlebih dahulu, kemudian setelah penagihan optimal restrukturisasi tetap tidak tertagih, maka bisa dihapus bukukan dan hapus tagih. Sementara itu, menurutnya penghapus bukuan akan menjadi kerugian perbankan.
Khusus bagi himpunan bank milik negara (Himbara) atau bank BUMN, penghapus bukuan kredit UMKM bukan menjadi kerugian keuangan negara tetapi kerugian yang dapat dihapus bukukan dan diatur secara perundang-undangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel