Bisnis.com, JAKARTA - Aset bank syariah melaju pesat, tetapi pangsa pasar masih kecil. Bank syariah pun berupaya menguatkan tata kelola, risiko, dan kepatuhan (governance, risk, and compliance/GRC) terintegrasi untuk menggenjot pangsa pasar.
Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Hery Gunardi pertumbuhan bisnis perbankan syariah di Indonesia masih terus melampaui industri perbankan nasional saat ini, baik dari sisi aset, pembiayaan, maupun dana pihak ketiga (DPK).
Aset perbankan syariah nasional pada posisi Mei 2023 tumbuh 15,52 persen secara tahunan (year on year/yoy), pembiayaan tumbuh 19,27 persen yoy, dan DPK menanjak sekitar 15,02 persen yoy. Sementara itu, pada periode yang sama, aset perbankan nasional tumbuh 6,96 persen, pembiayaan 9,39 persen, dan DPK 6,55 persen.
Akan tetapi, pangsa pasar bank syariah di Indonesia tergolong masih kecil. Berdasarkan laporan Perkembangan Keuangan Syariah Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini, pangsa pasar bank syariah dibandingkan industri perbankan secara keseluruhan mencapai 7,09 persen pada 2022.
"Asbisindo sebagai wadah perkumpulan bank-bank syariah di Indonesia berkomitmen untuk terus membina dan mengembangkan bank syariah agar dapat memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat," ujar Hery dalam acara Seminar Implementasi Governance, Risk & Compliance (GRC) Terintegrasi pada Perbankan Syariah di Era 4.0 pada Rabu (6/9/2023).
Hery yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI (BRIS) mengatakan salah satu strategi untuk mendongkrak pangsa pasar syariah adalah dengan penguatan GRC terintegrasi.
Dia mengatakan GRC terintegrasi akan mampu menjawab tantangan perbankan syariah di era 4.0. Sebab, era tersebut memiliki karakteristik banking everywhere, sehingga bank dituntut dapat memberikan layanan kepada nasabah di luar channel milik perbankan.
Dalam hal ini, Hery mengatakan digitalisasi mengubah cara hidup, bekerja, dan berinteraksi satu sama lain. Adapun, berbagai tantangan juga muncul seperti ketidakpastian karena ketidakstabilan ekonomi, kekhawatiran terhadap risiko lingkungan, peningkatan kompleksitas dan regulasi, kinerja bisnis, keberlanjutan, tuntutan pemangku kepentingan, serta pendekatan terpadu dalam mendukung pengambilan keputusan.
“Oleh karena itu melalui implementasi GRC terintegrasi yang efektif, perbankan dapat memastikan kepatuhan terhadap peraturan. Perbankan juga dapat mengelola risiko dengan lebih baik dan menjaga integritas dalam operasional mereka. Hal ini menjadi langkah strategis membangun perbankan syariah di masa depan yang berkelanjutan,” ujar Hery.
Deputi Komisioner Pengawas Bank Pemerintah dan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang Widjanarko juga mengatakan melalui penerapan GRC terintegrasi, industri perbankan syariah nantinya diharapkan bisa menghadapi ketidakpastian, maupun risiko perbankan yang semakin kompleks di masa depan. “Tentu saja bagi perbankan syariah harus beyond dari konvensional. Maka semakin berat kita untuk mempersiapkan hal itu,” ujarnya.
Selain itu, penguatan implementasi GRC terintegrasi dapat meningkatkan ketahanan dan daya saing perbankan syariah. Sebab, pemerintah ingin struktur perbankan termasuk perbankan syariah di dalam negeri, mempunyai ketahanan, ketangguhan dan berdaya saing.
“Perbankan syariah ini minimal kualitas layanan dan produknya sama dengan konvensional. Kita harapkan menjadi pilihan bagi masyarakat untuk melakukan transaksi," imbuhnya.
Ketua Dewan Komisioner OJK periode 2012-2017 Muliaman Hadad mengatakan bank syariah akan sulit tumbuh berkelanjutan dan memperluas pangsa tanpa didukung dengan compliance dan governance yang baik.
“Artinya bagaimana mengintegrasikan tiga pilar penting dalam GRC ini menjadi tantangan kita. GRC terintegrasi ini menjadi strategi sekarang, integrated approach. Terutama mengelola risiko," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel