Goyangan Saham Apple dan Lonjakan Dolar AS Bikin Bursa Global Kelabu

Bisnis.com,08 Sep 2023, 13:18 WIB
Penulis: Farid Firdaus
Tampilan iOS 16 pada perangkat iPhone/Apple

Bisnis.com, JAKARTA – Investor pasar saham global kemungkinan tidak sabar untuk segera mengakhiri pekan perdagangan yang kelabu ini. Dua sentimen utama, yakni aksi jual saham Apple Inc. dan keperkasaan dolar AS menggelayuti pelemahan pasar saham.

Bursa saham di seluruh kawasan Asia melemah sementara perdagangan di Hong Kong dibatalkan karena cuaca buruk pada hari ini, Jumat (8/9/2023). Penurunan tersebut menyusul aksi jual di Wall Street yang membebani saham-saham teknologi, sebagian didorong oleh kekhawatiran terhadap penjualan iPhone di China.

Pasar saham Indonesia juga tak kebal dengan pelemahan bursa global. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah ke 6.921,77 pada penutupan sesi I perdagangan hari ini, Jumat (8/9/2023).

IHSG turun 0,48 persen atau 33,03 poin ke level 6.921,77 pada perdagangan hari ini. IHSG bergerak pada rentang 6.917 hingga 6.966 sepanjang sesi. Tercatat, 210 saham menguat, 288 saham melemah, dan 229 saham bergerak di tempat. Kapitalisasi pasar terpantau menjadi Rp10.262 triliun.

Mengutip Reuters, Jumat (8/9/2023), Apple telah mengalami penyusutan kapitalisasi pasar hingga US$200 miliar hanya dalam dua hari ini karena adanya laporan bahwa China membatasi penggunaan iPhone oleh pegawai negeri setempat.

Sektor teknologi AS yang lebih luas juga terkena dampaknya, sementara saham beberapa saham pemasok utama Apple di Asia merosot pada hari Jumat. Hampir seperlima pendapatan Apple dihasilkan di China, tempat ribuan pekerja dipekerjakan oleh perusahaan dan pemasoknya.

Aksi jual saham Apple terjadi menjelang acara Apple minggu depan di mana perusahaan senilai US$2,78 triliun itu diperkirakan akan meluncurkan jajaran iPhone 15, serta smartwatch terbaru.

Sementara itu, Huawei Technologies asal China pada Jumat memulai prapenjualan untuk ponsel pintar Mate 60 Pro+ miliknya, menambahkan versi baru ke dalam seri yang telah menarik perhatian global karena mengungkap keberhasilan perusahaan teknologi Tiongkok tersebut dalam melawan sanksi AS.

Saham-saham teknologi yang bernilai tinggi juga merasakan beban kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS karena para pedagang bertaruh bahwa kenaikan suku bunga akan bertahan lebih lama.

Hal ini mengakibatkan dolar menguat dalam beberapa minggu terakhir. Terhadap sejumlah mata uang, dolar diperkirakan mencatat kenaikan selama delapan minggu berturut-turut. Terakhir kali melakukan hal serupa adalah pada 2014.

Jajak pendapat Reuters terhadap ahli strategi valas menunjukkan bahwa kekuatan dolar akan sulit diatasi oleh sebagian besar mata uang utama pada akhir tahun ini.

Permintaan terhadap mata uang AS telah mempersulit sebagian besar mata uang lainnya, dengan nilai tukar yuan China menembus level terendah dalam 16 tahun dan yen Jepang berada di sisi lemah dari garis psikologis penting 145 per dolar. Kondisi tersebut membuat para investor valas tetap waspada terhadap kemungkinan intervensi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Farid Firdaus
Terkini