Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom mengungkapkan bahwa mayoritas pengguna jasa pinjaman online alias pinjol legal berasal dari lulusan SMA dan berpenghasilan Rp1 juta-Rp5 juta.
Hal itu diungkapkan Peneliti Indef Izzudin Al Farras Adha dalam Diskusi Publik bertajuk ‘Bahaya Pinjaman Online Bagi Penduduk Usia Muda’ secara virtual, Senin (11/9/2023).
Merujuk data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2022, Farras menyebut bahwa sebanyak 1,4 persen penduduk Indonesia pernah menggunakan layanan pinjol legal.
“Mayoritas pengguna pinjol legal adalah lulusan SMA dan berpenghasilan Rp1 juta-Rp5 juta,” kata Farras.
Secara terperinci, berdasarkan tingkat ekonomi, Farras menyebut persentase demografi masyarakat yang pernah menggunakan pinjol berpenghasilan Rp1 juta—Rp5 juta.
Sementara jika dilihat dari tingkat pendidikan, sebanyak 73,53 persen pengguna pinjol merupakan lulusan SMA/sederajat.
Lebih lanjut, Farras mengatakan bahwa pada 2023, penetrasi internet penduduk usia muda sangat tinggi. Di mana, sebanyak 97,17 persen penduduk usia muda di rentang 19–34 tahun terkoneksi dengan internet, sedangkan 98,2 persen penduduk dengan usia 13–18 tahun telah terkoneksi dengan internet.
Sejalan dengan hal itu, Farras menuturkan bahwa adanya tren kenaikan pinjaman dari pinjol pada penduduk usia muda dalam satu setengah tahun terakhir, sejak awal Januari 2022–Juli 2023.
“Terdapat tren peningkatan pinjaman perseorangan pada generasi muda [19–34 tahun] yang terlihat dari kenaikan jumlah rekening dan total outstanding, tren selama satu setengah tahun terakhir meningkat,” ungkapnya.
Dia menjelaskan bahwa jumlah rekening penerima pinjaman aktif generasi muda di rentang usia 19–34 tahun dari pinjol naik dari 9,6 juta pada Januari 2022 menjadi 10,68 juta rekening pada Juli 2023.
Sementara itu, jumlah outstanding pinjaman generasi muda dari pinjol juga naik dari Rp16,6 triliun pada Januari 2022 menjadi Rp27,1 triliun pada Juli 2023.
“Dalam satu setengah tahun terakhir outstanding meningkat sekitar Rp11 triliun. Artinya sangat besar,” imbuhnya.
Di sisi lain, Farras juga menyoroti jarak antara literasi dan inklusi keuangan yang masih tinggi, meski literasi dan inklusi keuangan yang menunjukkan peningkatan dalam 10 tahun terakhir.
“Pada 2022, jarak antara literasi dan inklusi keuangan adalah 35,4 persen, ini tentu menjadi PR agar bagaimana kita bisa meningkatkan literasi keuangan sehingga masyarakat yang sudah mempunyai akses layanan keuangan mampu mengakses dan mengelola keuangan dengan baik,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel