Menteri Teten Bantah Minta Tutup TikTok

Bisnis.com,12 Sep 2023, 22:44 WIB
Penulis: Afiffah Rahmah Nurdifa
Menkop UKM Teten Masduki di acara Refleksi 2022 dan Outlook 2023 di Kementerian Koperasi dan UKM di Jakarta Selatan, Senin (26/12/2022). JIBI/Ni Luh Anggela.

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki membantah meminta aplikasi TikTok ditutup akibat menggabungkan konsep media sosial dan e-commerce dalam satu platform. 

Alih-alih meminta TikTok ditutup, Teten justru ingin TikTok untuk memisahkan antara bisnis jejaring sosial dengan platform jual beli online.

"Saya ambil contoh ini, supaya ini clear. Kemarin begitu saya contohkan bagaimana di China mengatur ini [TikTok], tiba-tiba muncul berita Menteri Koperasi mau menutup Tiktok, nah itu ngaco," kata Teten saat raker bersama Komisi VI DPR RI, Selasa (12/9/2023). 

Menurutnya pemisahan aktivitas dagang TikTok dengan media sosial dilakukan untuk mencegah praktek predatory pricing atau harga jual barang impor yang tidak masuk akal. 

Dia pun ingin TikTok Indonesia untuk meniru platform digital Tiongkok yang memisahkan unit media sosial dan perdagangan. Padahal, ada aturan pemerintah yang melarang hal tersebut dilakukan. 

"AdaPermendag mengatur tidak boleh dagang langsung," ujarnya. 

Pihaknya berharap agar regulasi yang diterapkan China terkait dengan social commerce dapat ditiru di Indonesia. Apalagi, Tiongkok disebut dapat menjadi contoh dalam akselerasi transformasi digital. 

Hal ini lantaran Tiongkok diklaim mampu melahirkan ekonomi baru melalui digitalisasi dan melindungi pasar domestik dengan ketat sehingga ekonomi digital tidak membuh ekonomi konvensional. 

"Itu penting ekonomi digital di Tiongkok 90 persen dikuasai oleh domestik asing itu hanya 10 persen karena mereka mengatur demikian ketatnya," tuturnya. 

Sementara itu, dia mencatat, di Indonesia bisnis e-commerce sekarang itu 56 persen sudah dikuasai oleh asing domestik kita hanya 44 persen. 

Di sisi lain, Teten menyebut TikTok melakukan monopoli lantaran menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan. 

Menurutnya. platform media sosial asal China itu bisa saja berjualan, tetapi tidak boleh disatukan dengan media sosial.

“Dari riset, dari survei kita tahu orang belanja online itu dinavigasi, dipengaruhi perbincangan di media sosial. Belum lagi sistem pembayaran, logistiknya mereka pegang semua. Ini namanya monopoli,” kata Teten. 

Selain mengusulkan pengaturan terkait pemisahan bisnis media sosial dan e-commerce, dia juga menilai bahwa pemerintah perlu mengatur tentang cross border commerce agar UMKM dalam negeri bisa bersaing di pasar digital Indonesia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Muhammad Ridwan
Terkini