Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkap mekanisme penjaminan polis asuransi. Lembaga tersebut diberikan tugas untuk menjamin polis asuransi jiwa dan umum pada 2028.
Hal tersebut merupakan mandat dari Undang-undang (UU) Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Wakil Ketua Dewan Komisioner LPS Lana Soelistianingsih merinci mekanismenya, penjaminan polis diberikan apabila perusahaan mengalami gagal bayar dan klaim polis sudah jatuh tempo.
“LPS akan membayarkan klaim jatuh tempo sebesar maksimum penjaminannya. Harus ada maksimum karena enggak bisa seluruhnya,” kata Lana dikutip dari YouTube OJK, Selasa (12/9/2023).
Namun apabila klaim polis belum jatuh tempo, Lana mengatakan pihaknya akan mengalihkan polis tersebut pada perusahaan asuransi yang sehat.
Lana mengatakan bahwa ini merupakan tantangan baru bagi LPS untuk menjamin polis asuransi. Saat ini, LPS diberikan waktu selama lima tahun untuk mempersiapkan tugas baru tersebut.
LPS sejauh ini bertugas untuk menjamin simpanan nasabah bank yang berbentuk tabungan, deposito, giro, hingga sertifikat deposito. Mereka juga nantinya akan menyelesaikan masalah perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya.
“Ini tentunya tantangan yang menarik dan menantang untuk LPS, karena LPS sebelumnya belum pernah menjadi penjamin asuransi tapi pemerintah memberikan tugas tersebut kepada LPS untuk menjadi lembaga penjamin polis dari perusahaan asurasni,” tuturnya.
Adapun penjaminan polis tersebut tidak termasuk Produk Asuransi Yang Dikaitkan dengan Invetasi (PAYDI) atau unit link. Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Taim menilai berdasarkan prinsip asuransi, risiko yang dapat diasuransikan hanyalah risiko murni.
“Sementara investasi unit-linked bukan termasuk risiko murni sehingga tidak dapat diasuransikan,” kata Abitani kepada Bisnis, Senin (11/9/2023).
Unit-linked merupakan produk asuransi jiwa yang dikaitkan dengan invetasi. Produk ini memiliki risiko sesuai dengan dana investasi yang dipilih.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pihaknya pun serius dalam menjalankan amanat tersebut.
“Kami serius menjalankan amanat tersebut, Minggu lalu sudah ada satu orang Direktur Eksekutif bidang penjaminan polis asuransi yang kami angkat. Setiap Minggu saya sendiri yang monitor langsung. Persiapan perangkat hukum juga banyak sekali, dan kami terus koordinasi dengan DPR," kata Yudhi, pada Rabu (6/9/2023).
Tidak hanya itu, LPS juga telah membagi langkah-langkah penyesuaian UU PPSK ke dalam berbagai tonggak pencapaian. Pertama mendesain organisasi, proses bisnis, tata kelola, dan kebijakan.
Kedua, mengembangkan rencana strategis, penyelesaian kebijakan, serta pengembangan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM). Ketiga, pengembangan IT, infrastruktur, serta penyempurnaan SDM. Keempat, penyelesaian seluruh tahapan amanat dari UU PPSK.
Sebagaimana diketahui, UU PPSK memberi beberapa tugas tambahan bagi LPS. Omnibus Law Keuangan misalnya telah mengamanatkan LPS untuk menjadi penjamin polis asuransi.
Pemberlakukan penyelenggaraan program penjaminan polis itu berlangsung lima tahun sejak UU PPSK ini diundangkan oleh Presiden RI. UU PPSK menyebutkan penyelenggaraan program penjaminan polis ini bertujuan untuk melindungi pemegang polis, tertanggung, atau peserta dari perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah yang dicabut izin usahanya akibat mengalami kesulitan keuangan.
Selain tugas dalam menjamin polis asuransi, LPS juga mendapatkan peran yang lebih kuat dalam menangani bank dalam resolusi. Selain itu, peran LPS juga ditambah di dalam Komite Stabilitas Sistem keuangan (KSSK). Apabila terjadi krisis, LPS mempunyai hak voting, dari yang sebelumnya tidak punya suara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel