Bisnis.com, JAKARTA - PT CIMB Niaga Tbk. (BNGA) telah mempertegas langkahnya untuk terlibat menjadi salah satu pelaku dalam proses perdagangan bursa karbon pada akhir September 2023.
Direktur Compliance, Corporate Affairs & Legal CIMB Niaga Fransiska Oei menyatakan minat perseroan sebagai calon pembeli di bursa karbon.
“Bursa karbon pastinya perbankan tidak bisa menjual, tapi kami berminat menjadi salah satu pembeli, kami sudah mengutarakan ke Direktur Utama Bursa Efek Indonesia [BEI] untuk menjadi salah satu pionir. Karena, yang diperlukan di bursa karbon ini adalah penjual dan pembeli,” ujarnya pada awak media usai agenda The Cooler Earth Summit di Jakarta, Rabu (13/9/2023).
Meski tak merinci lebih banyak, akan tetapi keterlibatan ini dinilai perusahaan sebagai salah satu motor bagi CIMB Niaga dalam mencapai target keberlanjutan.
Adapun, per Juni 2023 CIMB Niaga telah menyalurkan pembiayaan berkelanjutan, termasuk pembiayaan UMKM, sebesar Rp51,50 triliun atau setara dengan 25 persen dari total pembiayaan. Total porsi pembiayaan hijau sebesar Rp32,51 triliun atau setara dengan hampir 16 persen dari total pembiayaan.
Lebih lanjut, Fransiska menambahkan jika menilik secara keseluruhan, CIMB Group menargetkan penyaluran kredit sebesar Rp208 triliun hingga 2024.
"Itu target secara grup, dan setiap negara mendapatkan agen, CIMB Niaga juga mendapatkan agen dan kami akan mendorong untuk bisa mencapai target secara grup," katanya.
Di sisi lain, Fransiska turut menyebut CIMB Niaga memiliki rencana untuk mengurangi eksposur atau keterlibatan mereka dalam sektor batu bara secara bertahap, bukan secara sekaligus atau mendadak.
Sejauh ini, pihaknya juga berkomitmen untuk melakukan uji kelayakan terhadap nasabah yang meminta pembiayaan, dan dalam uji kelayakan tersebut, mereka akan mempertimbangkan isu lingkungan dan sosial yang dihadapi oleh nasabah tersebut.
“Kami juga akan memberikan waktu kepada nasabah mereka untuk mengadopsi praktik yang lebih ramah lingkungan,” ungkapnya.
Sebagai informasi, Bursa Efek Indonesia (BEI) telah merancang empat skema perdagangan bursa karbon di Indonesia. Hal ini menjadi salah satu kesiapan BEI yang sebelumnya telah mengajukan permohonan sebagai penyelenggara perdagangan karbon dalam negeri.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Iman Rachman menyebut pihaknya telah menyiapkan empat mekanisme perdagangan dalam Bursa Karbon.
Skema pertama adalah perdagangan karbon pada pasar reguler. Sama seperti sistem perdagangan saham, skema pasar regular di bursa karbon juga akan memberikan kesempatan kepada pengguna jasa untuk menyampaikan bid and ask (permintaan dan penawaran).
"Nantinya penjual dan pembeli akan menetapkan harga jual karbon dari mulai Rp1 dan akan ada continous auction dan akan terbentuk harga yang ditetapkan," ujarnya dalam agenda 'Sustainability in Action: Opportunities for a Better Tomorrow in Indonesia', Rabu (13/9/2023).
Skema selanjutnya, ujar Iman, adalah pasar lelang atau auction market. Melalui mekanisme ini, regulator akan menetapkan harga awal karbon dan para pembeli akan melaksanakan lelang dari harga yang telah ditentukan.
Mekanisme ini hampir mirip dengan pelaksanaan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham, di mana pemilik saham melakukan penjualan satu arah. Kemudian, terdapat skema pasar negosiasi atau negotiated trading.
Skema ini akan memberikan kesempatan bagi pedagang dan pembeli karbon melakukan transaksi di luar bursa karbon, misalnya seperti transaksi bilateral.
Namun demikian, Iman menegaskan bahwa kedua pihak tersebut harus melaporkan data rekap transaksi yang terdiri dari harga serta volume karbon ke penyelenggara bursa karbon.
Terakhir, otoritas bursa juga akan menyiapkan skema marketplace, di mana proyek ke depannya dapat diperlihatkan selayaknya marketplace pada umumnya dan pembeli dapat menyampaikan penawarannya (bid).
"Pembeli karbon itu nanti bentuknya tidak one on one, artinya pembeli tidak tahu proyek mana yang akan mereka beli. Nanti akan dikonversi menjadi satu unit karbon per satu ton," jelas Iman.
Iman melanjutkan, dalam penyelenggaraan bursa karbon di Indonesia, akan ada dua jenis produk yang diperdagangkan. Keduanya adalah Persetujuan Teknis Batas atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) serta Sertifikasi Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel