Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menilai pendanaan melalui industri financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending dapat memaksimalkan kontribusi UMKM bagi perekonomian nasional.
Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko menuturkan upaya peningkatan inklusi keuangan menjadi sangat penting dilakukan agar para pelaku UMKM dapat mengoptimalkan pertumbuhannya melalui akses pendanaan yang inklusif dari fintech, khususnya fintech P2P lending.
“Peran UMKM sangat sentral dalam perekonomian Indonesia, yakni berkontribusi kepada PDB Indonesia sebesar 60,5 persen dan menyerap 97 persen tenaga kerja nasional,” kata Sunu dalam konferensi pers di Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Kamis (14/9/2023).
Meski demikian, menurut survei Bank Indonesia, Sunu menyampaikan bahwa terdapat 61,8 persen UMKM terkendala mendapatkan akses kredit dari lembaga keuangan formal. Adapun menurut riset AFPI, pembiayaan juga masih belum merata yakni terpusat di Jawa dan Bali.
Oleh sebab itu, Sunu memandang digitalisasi menjadi kunci untuk menjawab tantangan pendanaan yang selama ini menghambat UMKM untuk berkontribusi lebih terhadap perekonomian
“Kehadiran fintech P2P lending dalam ekosistem digital bertujuan untuk menyediakan solusi pendanaan yang lebih optimal bagi para UMKM, mengingat keunggulan dari fintech yakni mudah diakses, persyaratan sederhana, dan memerlukan waktu pencairan dana yang relatif singkat,” ujarnya.
Di samping itu, asosiasi juga menyetujui rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan menaikkan batas pendanaan untuk pemain fintech P2P lending ke sektor produktif yang diwacanakan bisa mencapai lebih dari Rp10 miliar.
“Setuju sekali. Kalau dia [fintech P2P lending] mendanai barang dan jasa pemerintah boleh enggak dinaikkan ke Rp10 miliar? Boleh, karena jelas risikonya ditanggung pemerintah,” ujarnya.
Namun demikian, Sunu menuturkan bahwa saat ini batas pendanaan yang diberikan fintech P2P lending masih Rp2 miliar. Dia menyebut bahwa rencana peningkatan batas pendanaan ini juga telah bergulir sejak lama.
“Diskusi ini sudah lama, kita sudah lama mengajukan dan OJK membutuhkan kajian-kajian, jadi ini proses. Belum ada, kalau fix berarti POJK-nya keluar,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel