Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga riset Indonesia Financial Group atau IFG Progress menilai pembagian risiko asuransi kredit sebesar 30 persen menjadi risiko kreditur dan 70 persen ditanggung oleh pihak asuransi atau penjaminan dapat menjadi solusi yang saling menguntungkan (win-win solution).
Senior Research Associate IFG Progress Ibrahim Kholilul Rohman mengatakan bahwa selama ini hubungan antara asuransi dan perbankan tidak proporsional.
Pasalnya, selama ini, perbankan memberikan seluruh kredit kepada perusahaan asuransi, di mana asuransi yang mengambil alih risiko atas asuransi kredit tanpa mengetahui profil dari para debitur. Ibrahim menyampaikan bahwa perusahaan asuransi seringkali menanggung di akhir.
“Klaimnya tiba-tiba meningkat, tanpa tahu track record si debitur. Nanti ada aspek SLIK yang asuransi kadang tidak punya akses,” kata Ibrahim saat konferensi pers IFG International Conference 2023 di Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Dengan membagi risiko, maka perbankan tidak gegabah dalam mengasuransikan kredit saat dialihkan ke perusahaan penjaminan atau ke perusahaan asuransi.
“Artinya, mereka [perbankan] juga akan nimbang-nimbang bahwa ketika mereka memindahkan risiko ke asuransi, mereka juga tahu bahwa sebagian risikonya kalau ada klaim muncul nggak lagi semuanya bisa ditagihkan ke asuransi,” ungkapnya.
Dengan pembagian risiko tersebut, Ibrahim menuturkan perusahaan asuransi tidak akan menanggung risiko secara keseluruhan.
“Jadi dengan seperti ini akan lebih win-win solution. Asuransi kreditnya tidak akan ketempuhan tiba-tiba benjol di belakang, karena perbankan juga lebih precaution untuk men-shift risikonya ke asuransi secara keseluruhan,” lanjutnya.
Adapun, pembagian risiko asuransi kredit ini diharapkan akan membuat ekosistem bank dan asuransi lebih berkelanjutan ke depan atau tidak satu merugikan satu sama lain, baik perusahaan penjaminan atau perusahaan asuransi maupun perbankan.
Senada, Senior Executive Vice President (SEVP) IFG Progress Reza Y Siregar mengatakan bahwa perusahaan asuransi tidak tahu struktur risiko masing-masing debitur. Oleh karena itu, diperlukan informasi yang transparan atas asuransi kredit tersebut.
“Ini mau diperbaiki struktur atau packaging-nya. Resharing ini mesti balance,” ujarnya.
Sementara itu, jika merujuk riset IFG Progress Financial Research berjudul Asuransi Kredit di Indonesia: Perspektif di Tengah Tantangan, disebutkan bahwa asuransi kredit merupakan salah satu penggerak utama di industri asuransi umum, hal ini ditunjukkan oleh kontribusi premi yang cukup besar.
Riset tersebut juga memaparkan bahwa perkembangan penetrasi asuransi kredit tercatat tumbuh cukup masif, sehingga memberikan kontribusi terhadap perekonomian.
“Sebagai sektor yang berperan dalam mengelola dan memitigasi risiko di sektor keuangan, asuransi kredit memiliki keterkaitan yang cukup kuat dengan sektor keuangan lainnya,” demikian yang ditulis dalam riset tersebut, dikutip pada Selasa (19/9/2023).
Keterkaitan tersebut ditunjukkan dari mayoritas kepemilikan saham di industri asuransi kredit merupakan lembaga jasa keuangan lainnya.
Di sisi lain, keterkaitan asuransi kredit dengan sektor perbankan juga terlihat cukup kuat, di mana asuransi kredit menjalankan perannya dalam mencegah peningkatan risiko kredit perbankan.
Selama lima tahun terakhir, kinerja pada bisnis asuransi kredit terlihat mengalami tren penurunan. Maka dari itu, sangat dibutuhkan dukungan kebijakan sektor keuangan serta kerangka regulasi yang solid guna meningkatkan pengawasan industri asuransi kredit.
Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), salah satu lini bisnis yang mendominasi pangsa pasar premi asuransi umum adalah asuransi kredit dengan porsi sebesar 17,2 persen pada semester I/2023.
Tercatat, premi asuransi kredit mencapai Rp8,4 triliun pada semester I/2023 atau naik 31,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp6,39 triliun.
AAUI mencatat bahwa faktor utama yang mendukung pertumbuhan positif dari lini bisnis ini konsistensi dari komitmen pemerintah dalam memberikan penyaluran kredit kepada masyarakat.
Berdasarkan data yang dipaparkan oleh Bank Indonesia pada Juni 2023, kredit perbankan Indonesia disebutkan tumbuh 7,8 persen. Dalam data tersebut, pertumbuhan juga terjadi pada semua jenis kredit yang disalurkan mulai dari kredit investasi maupun kredit konsumsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel